WAKTU MELEMPAR JUMRAH
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas
Mata
Kuliah: Perbandingan Mazhab Fikih
Dosen
Pembina : Dra. Hj. St Rahmah M.Si
Tri Hidayati,
SHI., M.H.
Oleh
AHMAD RAFUAN
NIM.
100 211 0345
AHMAD
ZARKASI
NIM.
100 211 0339
SANTI
NIM. 100 211 0346
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI PALANGKA RAYA
JURUSAN SYARI’AH
PROGRAM STUDI AL AHWAL ASY SYAKHSHIYYAH
TAHUN 1434
H / 2013 M
B. MELEMPAR TIGA JAMRAH
Melempar tiga jamrah dilaksanakan setiap hari
pada hari tasyriq (11, 12, dan 13 zulhijah) sesudah zawal (tergelincir
matahari), sebagaimana hadits Ibnu Abbas.
رَمَى رَسُوْلُ
اللهِ صعم الجِمَارَ حِيْنَ زَالَتِ الشَّمْسُ (رواه أحمدابن ماجه والترمذى)
Artinya :
“Rasulullah melontar jamrah sesudah matahari tergelincir (HR. Ahmad, Ibnu
Majah, dan Tirmidzi).
Dengan demikian,
tidak boleh melontar sebelum zawal sesudah, sesudah zawal dimulai melontar
sampai menjelang matahari terbenam. Sekiranya melontar pada malam harinya,
mesti dikadha menurut Malikiyah, karena keluar dari waktu yang ditetapkan.
Sedang menurut Hanafiyah, bila melontar pada malam harinya dan
sebelum terbit fajar, diperbolehkan dan tidak usah membayar dam. Hanabilah berpendapat,
tidak boleh melontar kecuali pada siang hari, sesudah zawal.
Syafiiyah berpendapat, waktu melontar dimulai dari zawal sampai
terbenam matahari. Untuk bangsa Indonesia sudah disusun buku “Bimbingan Ibadah
di Makkah, Arafah, Muzdalifah, dan Mina”.
Mengenai melontar jamrah sehubungan dengan pembahasan ini
disebutkan:
1.
Hukum Melontar Jumrah
Hukum melontar jamrah adalah wajib,
dengan ketentuan sebagai berikut:
Pada hari nahr (10 Zulhijah) melontar jamrah Aqabah. Apabila tidak
melontar jamrah Aqabah pada hari nahr dan tidak mengqadha pada hari-hari
tasyriq, wajib bayar dam.
Pada hari-hari tasyriq (11, 12, dan
13 Zulhijah) melontar ketiga jamrah. (Ula, Wusta dan Aqabah). Apabila sama
sekali tidak melontarkannya pada hari-hari tersebut wajib bayar dam. Kalau
tidak melontar tiga jamrah satu hari wajib bayar fidyah satu mud dan apabila
meninggalkan dua hari (bagi yang nafar sani), wajib membayar fidyah dua mud.
Bagi yang udzur atau dikhawatirkan
mendapat kemudahan karena keadaan yang sangat padat dapat diwakilkan kepada
orang lain.
2.
Waktu Melontar Jamrah
a.
Waktu melontar jamrah Aqabah pada hari nahr mulai setelah lewat
tengah malam sampai subuh tanggal 11 Zulhijah.
b.
Melempar Jamrah pada hari-hari tasyriq dilakukan setelah
tergelincir matahari hingga terbenam
matahari. Dalam hal dirasakan mengalami kesulitan dapat dilakukan setelah
terbenam matahari hingga subuh. Bagi yang nafar sani, dibolehkan melontar
sebelum zuhur jika hendak meninggalkan Mina sebelum zuhur.
3.
Cara Melontar Jamrah
a.
Bagi jamaah haji yang melakukan nafar awal persiapkan kerikil
sebanyak 49 butir: 7 butir untuk melontar jamrah Aqabah di hari nahr, 21 butir
untuk melontar tiga jamrah Ula, Wusta dan Aqabah) masing-masing 7 butir pada
tanggal 11 Zulhijah, 21 butir untuk melontar jamrah pada tanggal 12 Zulhijah.
Bagi jamaah haji yang melakukan nafar sani melontar seperti tersebut di atas,
dan 21 butir lagi untuk tanggal 13 Zulhijah.
b.
Melontar jamrah yang dilakukan secara jama’ (jama ta’khir). Adapun
cara melontar sebagai berikut:
Jika seorang tidak melontar pada hari pertama, dapat dilakukan pada
hari kedua atau ketiga. Caranya, mulai dari jamrah Ula, Wusta dan Aqabah secara
sempurna sebagai lontaran untuk hari pertama. Kemudian mulai lagi dari Ula,
Wusta hingga Aqabah untuk lontaran hari kedua, demikian pula jika lontaran
dijamak sampai hari yang ketiga. Jika pada hari nahr belum sempat melontar
jamrah Aqabah, maka melontarnya didahulukan sebelum melontar jamrah yang lain.
c.
Tertunda melontar jamrah Aqabah
Waktu melontar jamrah Aqabah tanggal 10 Zulhijah boleh diakhirkan
sampai tengah malam hari atau keesokan harinya (tanggal 11 Zulhijah). Batas
akhir melontar jamrah Aqabah pada hari tasyriq terakhir.
Lebih lanjut perlu juga diketahui mengenai mabit (bermalam) di
Minatempat melontar jamrah. Di dalam buku “Bimbingan” tersebut dijelaskan:
1.
Hukum mabit di Mina ada dua pendapat, yaitu:
a.
Pendapat Imam Malik, Imam Ibnu Hambal dan Imam Syafi’i, mabit di
Mina pada hari-hari tasyriq hukumnya wajib, kecuali yang udzur syar’i. apabila
sama sekali tidak mabit pada hari-hari tasyriq (11, 12, dan 13 Zulhijah) wajib
membayar dam seekor kambing.
Apabila meninggalkan mabit satu
malam maka wajib membayar fidyah 1 mud (3/4 liter beras atau semacamnya), dan
apabila meninggalkan mabit 2 malam (bagi yang nafar sani), maka fidyah-nya 2
mud.
b.
Pendapat Imam Abu Hanifah dan pendapat lain dari Imam Syafi’i mabit
di Mina hukumnya sunat.
Apabila sama sekali tidak mabit pada hari-hari tasyriq disunatkan
membayar dam seekor kambing dan apabila hanya sebagian saja maka disunatkan membayar
fidyah.
2.
Waktu dan Tempat Mabit
Waktu Mabit yaitu pada malam tanggal
11,12, dan 13 Zulhijah. Tempat mabit di Mina, Wilayah Mina terletak di antara
Muzdalifah dan Makkah al-Mukarramah. Ketetapan batas luas wilayah Mina tidak
ada dalil Qath’i (yang pasti) baik dari Al-Qur’an maupun dari hadits Nabi
Muhammad SAW. Adapun bagi jamaah haji Indonesia adalah di Haratul Lisan, yaitu termasuk
wilayah di Mina.
Sumber:
M. Ali Hasan, Perbandingan Mazhab Fiqh, Jakarta :
RajaGrafindo Persada, 2000.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar