Sabtu, 26 Juli 2014

ASHABUL FURUDH



ASHABUL FURUDH



Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas
Mata Kuliah: Fiqih Mawaris I
Dosen Pembimbing: Dra. Hj. ST. Rahmah, M.Si











Disusun oleh :


AHMAD ZARKASI
NIM. 1002110339
AKHMAD SUBARI
NIM. 1002110349
HUMAIRAH
NIM. 1002110332
YAKIN SOLEH
NIM. 1002110333




SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI PALANGKA RAYA
JURUSAN SYARI’AH
PROGRAM STUDI AL AHWAL ASY SYAKHSHIYYAH
TAHUN 1433 H / 2012 M
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.
            Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, atas berkat dan karunia-Nyalah sehingga makalah dengan judul “Ashabul Furudh” ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya, sebagai pemenuhan salah satu tugas Fiqih Mawaris I.
            Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak terdapat kekurangan baik dari segi penulisan, susunan kata, maupun isi materi. Dengan ini penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini, serta sebagai jembatan ilmu yang berujung pada intelektualitas.
            Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Palangka Raya,   September 2012


                                                                                                               Penulis





DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR..........................................................................................    ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................    iii
BAB I PENDAHULUAN
A.       Latar Belakang......................................................................................    1
B.       Rumusan Masalah.................................................................................    1
C.       Tujuan Penulisan...................................................................................    2
D.       Batasan Masalah...................................................................................   2
E.        Metode Penulisan.................................................................................   2
BAB II PEMBAHASAN
A.       Pengertian Ashabul Furudh..................................................................    3
B.       Macam-macam Ashabul Furudh...........................................................   4
C.       Dasar Hukum Ashabul Furudh.............................................................   4
D.       Bagian Masing-masing Ashabul Furudh...............................................   7
E.        Cara Mencari Asal Masalah Ashabul Furudh.......................................   8
F.        Cara Menghitung Bagian Ashabul Furudh...........................................   9
BAB III PENUTUP                                  
A.       Kesimpulan...........................................................................................    12
B.       Kritik dan Saran....................................................................................    13
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................    14




BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Islam telah mengatur kepada umatnya, terkait pembagian-pembagian warisan dengan berdasar kepada Alqur’an dan Hadis (hadits), maka umatnya dituntut untuk terus belajar dan terus memahami ilmu faraidh, agar dapat selalu mengaplikasikan di dalam kehidupan, hal tersebut dengan mencakup tiga unsur penting di dalamnya, yaitu pengetahuan tentang kerabat yang menjadi ahli waris, pengetahuan tentang bagian setiap ahli waris, dan pengetahuan tentang cara menghitung yang dapat berhubungan dengan pembagian harta warisan.
Berdasar kepada nas (nash) Alqur’an, maka pembagian tersebut telah ditentukan bagiannya, yaitu setengah, sepertiga, seperempat, seperenam, seperdelapan, dan dua pertiga kepada. Dalam kondisi tertentu, seorang atau beberapa orang ahli waris bisa terhalang untuk mendapatkan warisan, atau haknya atas harta waris berkurang.
Agar lebih memahami ilmu faraidh, dalam makalah ini penulis selanjutnya menjelaskan pengertian ashabul furudh, macam-macam ashabul furudh, dasar hukum ashabul furudh, bagian masing-masing ashabul furudh, terkait contoh permasalahan yaitu mencari asal masalah, menghitung bagian ashabul furudh.
B.     Rumusan Masalah
Untuk memudahkan dalam penyusunan makalah ini, penulis membuat suatu rumusan masalah yang akan diangkat sebagai topik pembahasan. Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam makalah ini, adalah:
1.    Apa yang dimaksud dengan ashabul furudh?
2.    Apa saja macam-macam ashabul furudh?
3.    Apa dasar hukum ashabul furudh?
4.    Berapakah bagian masing-masing ashabul furudh?
5.    Bagaimana cara mencari asal masalah?
6.    Bagaimana cara menghitung bagian ashabul furudh?
C.    Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan yang ingin penulis capai antara lain:
1.    Agar dapat mengetahui dan memahami pengertian ashabul furudh.
2.    Agar dapat mengetahui dan memahami macam-macam ashabul furudh.
3.    Agar dapat mengetahui dan memahami dasar hukum ashabul furudh.
4.    Agar dapat mengetahui dan memahami bagian masing-masing ashabul furudh.
5.    Agar dapat mengetahui dan memahami cara mencari asal masalah.
6.    Agar dapat mengetahui dan memahami cara menghitung bagian ashabul furudh.
D.    Batasan Masalah
Mengingat begitu luasnya hal-hal yang berhubungan dengan rumusan masalah di atas, maka penulis membatasi pembahasan ini sesuai yang terdapat dalam rumusan masalah. Adapun hal lain yang tidak berhubungan dengan hal di atas tidak penulis uraikan pada makalah ini.
E.     Metode Penulisan
Adapun metode yang penulis pergunakan dalam penulisan makalah ini yaitu dengan metode research library dengan menggunakan buku perpustakaan dan browsing internet sebagai bahan referensi dimana penulis mencari literatur yang ada kaitanya dengan makalah yang penulis buat dan kemudian penulis menyimpulkan dalam bentuk makalah.




BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Ashabul Furudh
Secara bahasa (etimologi), kata fardh mempunyai beberapa arti yang berbeda yaitu al-qath  ketetapan yang pasti”, at-taqdir  “ketentuan” dan al-bayan “penjelasan”. Sedangkan menurut istilah (terminologi), fardh ialah bagian dari warisan yang telah ditentukan.[1] Definisi lainnya menyebutkan bahwa fardh ialah bagian yang telah ditentukan secara syar’i untuk ahli waris tertentu. Di dalam Al-Qur’an, kata furudh muqaddarah (yaitu pembagian ahli waris secara fardh yang telah ditentukan jumlahnya) merujuk pada 6 macam pembagian, yaitu separuh ( ), seperempat ( ), seperdelapan ( ), dua pertiga ( ), sepertiga ( ), dan seperenam ( ).
Sedangkan pengertian Ashaabul Furudh atau dzawil furudh adalah para ahli waris yang menurut syara’ sudah ditentukan bagian-bagian tertentu mereka mengenai tirkah,[2] atau orang-orang yang berhak menerima waris dengan jumlah yang ditentukan oleh Syar’i.
Para ahli waris Ashaabul Furudh atau dzawil furudh ada tiga belas, empat dari laki-laki yaitu suami, ayah, kakek, saudara laki-laki seibu. Sembilan dari perempuan yaitu nenek atau ibunya ibu dan ibunya bapak, ibu, anak perempuan, cucu perempuan dari anak laki-laki, saudara perempuan  sekandung, saudara perempuan seibu, saudara perempuan sebapak, dan isteri.



B.     Macam-macam Ashabul Furudh
Adapun Ashaabul Furudh terbagi menjadi dua macam, yaitu :
1.        Ashabul Furudh Sababiyah, yaitu ahli waris yang mendapatkan harta warisan disebabkan karena hubungan pernikahan.[3] Ashabul Furudh Sababiyah ini terdiri dari:
a.    Suami;
b.    Isteri.
2.        Ashabul Furudh Nasabiyyah, yaitu ahli waris yang mendapatkan harta warisan disebabkan karena nasab atau keturunan.[4] Ashabul Furudh Nasabiyyah ini terdiri dari:
a.    Ayah;
b.    Ibu;
c.    Anak perempuan;
d.   Cucu perempuan dari anak laki-laki;
e.    Saudara perempuan sekandung;
f.     Saudara perempuan seayah;
g.    Saudara laki-laki seibu;
h.    Saudara perempuan seibu;
i.      Kakek;
j.      Nenek atau ibunya ibu dan ibunya ayah.
C.    Dasar Hukum Ashabul Furudh
1.    Seorang yang berhak mendapatkan bagian setengah ( ) dari harta waris:
.... bÎ)ur ôMtR%x. ZoyÏmºur $ygn=sù ß#óÁÏiZ9$# 4 .... ÇÊÊÈ
Artinya: ...”jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separo/setengah harta yang ditinggalkan...” (QS. An-nisaa: 11).
öNà6s9ur ß#óÁÏR $tB x8ts? öNà6ã_ºurør& bÎ) óO©9 `ä3tƒ £`ßg©9 Ó$s!ur ÇÊËÈ.....
Artinya:dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak ... (QS. An-nisaa: 12).[5]
y7tRqçFøÿtGó¡o È@è% ª!$# öNà6ÏFøÿムÎû Ï's#»n=s3ø9$# 4 ÈbÎ) (#îtâöD$# y7n=yd }§øŠs9 ¼çms9 Ó$s!ur ÿã&s!ur ×M÷zé& $ygn=sù ß#óÁÏR $tB x8ts? ...  ÇÊÐÏÈ
Artinya: “mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah), Katakanlah: "Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu): jika seorang meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan, Maka bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya...” (QS. An-nisaa: 176). 
2.    Seorang yang berhak mendapatkan bagian seperempat  dari harta waris:
.... bÎ*sù tb$Ÿ2  Æßgs9 Ó$s!ur ãNà6n=sù ßìç/9$# $£JÏB `ò2ts? ÇÊËÈ....
Artinya: ...”jika isteri-isterimu itu mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya...(QS. An-nisaa: 12).

  Æßgs9ur.... ßìç/9$# $£JÏB óOçFø.ts? bÎ) öN©9 `à6tƒ öNä3©9 Ós9ur ÇÊËÈ ....
Artinya: ...”para isteri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak...(QS. An-nisaa: 12).[6]

3.    Seorang yang berhak mendapatkan bagian seperdelapan dari harta waris:
 bÎ*sù tb$Ÿ2 öNà6s9 Ó$s!ur £`ßgn=sù ß`ßJV9$# $£JÏB Läêò2ts? 4 ÇÊËÈ
Artinya: ...”jika kamu mempunyai anak, maka para isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan...” (QS. An-nisaa: 12).
4.    Seorang yang berhak mendapatkan bagian duapertiga dari harta waris:
 bÎ*sù £`ä. [ä!$|¡ÎS s-öqsù Èû÷ütGt^øO$# £`ßgn=sù $sVè=èO $tB x8ts? ( ÇÊÊÈ....
Artinya: ...“jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan...(QS. An-nisaa: 11).
bÎ*sù $tFtR%x. Èû÷ütFuZøO$# $yJßgn=sù Èb$sVè=V9$# $®ÿÊE x8ts? ÇÊÐÏÈ.....
Artinya: ...“tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan...(QS. An-nisaa: 176).[7] 
5.    Seorang yang berhak mendapatkan bagian sepertiga ( ) dari harta waris:
 bÎ*sù óO©9 `ä3tƒ ¼ã&©! Ó$s!ur ÿ¼çmrOÍurur çn#uqt/r& ÏmÏiBT|sù ß]è=W9$# 4 ..... ÇÊÊÈ
Artinya: ...“jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga...(QS. An-nisaa: 11).
 bÎ*sù (#þqçR%Ÿ2 uŽsYò2r& `ÏB y7Ï9ºsŒ ôMßgsù âä!%Ÿ2uŽà° Îû Ï]è=W9$# .....4  ÇÊËÈ
Artinya: ...“tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu...(QS. An-nisaa: 12).
6.    Seorang yang berhak mendapatkan bagian seperenam ( ) dari harta waris:
 Ïm÷ƒuqt/L{ur Èe@ä3Ï9 7Ïnºur $yJåk÷]ÏiB â¨ß¡9$# $£JÏB x8ts? bÎ) tb%x. ¼çms9 Ó$s!ur ÇÊÊÈ.....
Artinya: “dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak... (QS. An-nisaa: 11).[8]
 bÎ)ur šc%x. ×@ã_u ß^uqム»'s#»n=Ÿ2 Írr& ×or&tøB$# ÿ¼ã&s!ur îˆr& ÷rr& ×M÷zé& Èe@ä3Î=sù 7Ïnºur $yJßg÷YÏiB â¨ß¡9$# ..... ÇÊËÈ
Artinya: ...“jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta...(QS. An-nisaa: 12).
D.    Bagian Masing-masing Ashabul Furudh
1.        Ahli waris yang mendapatkan setengah ( ) sebagai berikut:
a.       Suami: ketika tidak ada anak keturuan yang mewarisi, artinya tidak adanya anak laki-laki dan perempuan serta anak laki-laki dari anak laki-laki.
b.      Seorang anak perempuan: jika ia sendirian atau anak tunggal dan tidak ada anak laki-laki.
c.       Seorang cucu perempuan dari anak laki-laki: jika dia sendirian dan tidak ada ahli waris ashabah, dan tidak ada anak laki-laki, anak perempuan, sebab anak laki-laki bisa menghalanginya untuk mendapatkan setengah.[9]
d.      Seorang saudara sekandung: jika ia sendirian dan tidak ada ahli waris ashabah, tidak ada penghalang, dan tidak adanya anak perempuan atau anak perempuan dari anak laki-laki.
e.       Seorang saudara perempuan seayah: jika dia sendirian dan tidak ada ahli waris ashabah, tidak adanya anak laki-laki atau perempuan, dan saudara perempuan sekandung.
2.        Ahli waris yang mendapatkan seperempat ( )
a.       Suami: dengan adanya anak/ cucu yang mewarisi.
b.      Seorang istri: jika tanpa adanya seorang anak/cucu (keturuan).
3.      Ahli waris yang mendapatkan bagian seperdelapan ( ) ialah seorang istri: jika mempunyai seseorang anak/ cucu (keturuan).
4.        Ahli waris yang mendapatkan bagian sepertiga ( )
a.       Ibu: ketika tidak ada ahli waris anak/ cucu dan sejumlah saudara perempuan.
b.      Sejumlah saudara laki-laki/ saudara perempuan seibu ketika tidak adanya anak atau ayah laki-laki.[10]
5.        Ahli waris yang mendapatkan bagian duapertiga ( )
a.       Dua anak perempuan atau lebih dan tidak adanya anak laki-laki.
b.      Dua cucu perempuan dari anak laki-laki, jika tidak bersama cucu laki-laki.
c.       Dua orang saudara sekandung atau lebih: jika tidak ada saudara laki-laki sekandung.
d.      Dua orang saudara perempuan seayah atau lebih dan tidak bersama saudara laki-laki seayah.[11]
6.        Ahli waris yang mendapatkan seperenam ( )
a.       Bapak: jika ada anak/ cucu laki-laki dan seterunya ke bawah.
b.      Nenek (seibu atau seyah):  baik satu orang atau berapa orang dibagi di antara mereka, jika tidak ada ibu.
c.       Kakek, jika bersama anak/ cucu laki-laki.
d.      Ibu: jika ada anak/ cucu.
e.       Cucu perempuan jika ada satu anak perempuan (pelengkap 2/3).
f.       Saudara perempuan seayah jika ada satu saudara perempuan sekandung.
g.      Saudara perempuan/ laki-laki seibu jika sendirian.[12]
E.     Mencari Asal Masalah
Setelah mengetahui  bagian masing-masing ashabul furudh (ahli waris), langkah berikutnya adalah menentukan asal masalah (KPK, yaitu kelipatan terkecil dari bilangan fardlu/ bagian masing-masing ahli waris yang ada[13]), yaitu mencari angka kelipatan persekutuan terkecil  yang dapat dibagi oleh masing-masing angka penyebut dari  bagian ahli waris. Misalnya, bagian ahli waris , , , angka asal masalahnya adalah 12, karena dapat dibagi 2, 3 dan 4. Begitu juga bila bagian yang mereka terima  dan , maka angka asal masalahnya adalah 24.[14]
Ada beberapa istilah yang membantu dalam mencari asal masalah. Seperti:
1.        Tamasul atau mumatsalah[15], Seperti 2 saudara perempuan sekandung   dan saudara seibu . Angka asal masalahnya adalah 3.[16]
2.        Tadakhul atau mudakhalah[17], Seperti ahli waris istri  dan anak perempuan . Asal masalahnya adalah 8.[18]
3.        Tawaquf atau muwafaqah[19], Misalnya, ahli waris istri , dan ibu  dan anak perempuan . Antara angka 8 dan 6 adalah angka muwafaqah Angka asal masalahnya adalah mengalikan angka penyebut yang satu dengn hasil bagi angka penyebut yang lain. 8 x (6:2) = 24 atau 6 x (8:2) = 24.[20]
4.        Tabayun atau mubayanah[21], Seperti ahli waris suami  dan ibu . Maka angka asal masalahnya adalah 2x3 = 6.[22]
F.     Cara Menghitung Bagian Ashabul Furudh
Pada subbab ini, kami hanya menjabarkan beberapa contoh mengenai cara perhitungan ashabul furudh beserta penyelesaiannya, adalah sebagai berikut:
1.        Ahli waris terdiri dari seorang anak perempuan, suami, 3 saudara perempuan sekandung.[23] Berapa bagian masing-masing ahli waris ?
No.
Ahli Waris
Keterangan
Bagian-bagiannya
Bagian Ahli Waris
AM = 4
Hasil dikali dengan harta warisan
1.
Seorang anak perempuan
Karena menjadi anak tunggal
2
2.
Suami
Karena ada anak
1
3.
3 saudara perempuan
Karena ada anak perempuan
 AMG
Sisa
Keterangan : AMG = Ashabah Ma’al Ghair
AM = Asal Masalah
2.        Seorang meninggal ahli warisnya terdiri dari: 4 anak perempuan, ibu dan ayah. Harta warisannya Rp. 12.000.000,-.[24] Bagian masing-masing:
No.
Ahli Waris
Bagian-bagiannya
Bagian Ahli Waris
Bagian Ahli Waris
AM = 6
Hasil dikali dengan harta warisan
1.
4 anak perempuan
6
 x 12.000.000,-
8.000.000,-
2.
Ibu
1
 x 12.000.000,-
2.000.000,-
3.
Ayah
 
1
 x 12.000.000,-
2.000.000,-
Keterangan : Bagian anak perempuan masing-masing Rp. 8.000.000,-:4 = Rp. 2.000.000,-, Ayah hanya menerima  saja Rp. 2.000.000,- karena tidak ada sisa.[25]
3.        Seseorang meninggal dunia, harta warisan yang ditinggalkan sejumlah Rp. 12.000.000,- Ahli warisnya terdiri dari: suami, anak perempuan, cucu perempuan garis laki-laki dan saudara perempuan sekandung. Bagian masing-masing adalah:[26]
No.
Ahli Waris
Bagian-bagiannya
Bagian Ahli Waris
Bagian Ahli Waris
AM = 12
Hasil dikali dengan harta warisan
1.
Suami
3
 x 12.000.000
3.000.000
2.
Anak Perempuan
6
 x 12.000.000
6.000.000
3.
Cucu Perempuan garis laki-laki
2
 x 12.000.000
2.000.000
4.
Saudara Perempuan Kandung
‘as
1
 x 12.000.000
1.000.000




BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Ashabul Furudh adalah orang-orang yang berhak menerima waris yang sudah ditentukan bagian-bagiannya menurut ketentuan syara’. Ashabul Furudh terbagi menjadi 2 macam, yaitu Ashabul Furudh Sababiyah (karena hubungan pernikahan: suami dan istri) dan Ashabul Furudh Nasabiyyah (karena hubungan nasab atau keturunan: anak perempuan, cucu perempuan, ibu, bapak, nenek, kakek, saudara perempuan sekandung, saudara perempuan seayah dan saudara perempuan/ laki-laki seibu).
Dasar hukum ashabul furudh sudah jelas termaktub dalam Al-Qur’an, diantaranya ialah surat An-nisaa ayat 11, 12, dan 176. Bagian ahli waris masing-masing ialah  (suami, seorang anak perempuan, seorang cucu perempuan, seorang saudara perempuan sekandung, dan seorang saudara perempuan seayah),  (ibu dan saudara laki-laki/ perempuan seibu 2 orang atau lebih),  (2 anak perempuan/ lebih, 2 cucu perempuan/ lebih, 2 saudara perempuan sekandung/ lebih, 2 saudara perempuan seayah/ lebih), (ibu, ayah, nenek, kakek, cucu perempuan, saudara perempuan seayah, seorang saudara perempuan/ laki-laki seibu),  (suami dan istri),  (istri), dengan syaratnya masing-masing.
Cara mencari asal masalah (KPK) yaitu mencari angka kelipatan persekutuan terkecil  yang dapat dibagi oleh masing-masing angka penyebut dari  bagian ahli waris. Dan cara menghitung bagian ashabul furudh ialah dengan cara mencari asal masalah (KPK) terlebih dahulu, kemudian kita kalikan dengan bagian ahli waris masing-masing dan langkah terakhirnya ialah mengalikan dengan harta warisan.



B.     Kritik dan Saran
Persoalan waris sungguh menjadi salah satu hal yang krusial dan sensitif dalam sebuah keluarga, apalagi yang berkaitan dengan harta. Hukum waris yang merupakan tuntunan dari Allah SWT yang tercantum dalam Al-Qur’an dan dijelaskan dalam sunnah Rasulullah SAW., diharapkan agar menjadi tuntunan bagi umat-Nya. Maka hukum waris haruslah dipahami dan diaplikasikan dalam kehidupan bermasyarakat, sehingga tidak terjadi kesalahan dalam pembagian hak yang semestinya diperuntukkan untuk ahli waris, terlebih kepada ahli waris terdekat dari si mayit.




















DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Khairil, Pedoman dan Materi Paktek, Jl. G. Obos Komplek Islamic Centre STAIN Palangka Raya Press, 2009.
Az-zuhaili, Wahbah, Fiqih Islam Wa adilatuhu, Jakarta: Gema Insani, 2011.
Hasbiyallah, Belajar Mudah Ilmu Waris, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007.
Komite Fakultas Syariah Universitas Al-Azhar, Hukum Waris, cet. I, Jakarta: Senayan Abadi Publishing, 2004.
Rofiq, Ahmad, Fiqh Mawaris, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1998.
Syarifuddin, Amir, Hukum Waris Islam, Jakarta: Kencana, 2008.





[1]Komite Fakultas Syariah Universitas Al-Azhar, Hukum Waris, cet. I, Jakarta: Senayan Abadi Publishing, 2004, h. 106.
[2]Tirkah adalah apa yang ditinggalkan mayit dari apa yang dimiliki berupa uang, benda, dan hak. Tidak masuk dalam tirkah titipan, kepercayaan, dan sebagainya yang tidak dimilikinya. (Lihat: Wahbah Zuhaili dalam bukunya Fiqih Islam Wa Adillatuhu, terj. Abdul Hayyie, dkk.).
[3]Hasbiyallah, Belajar Mudah Ilmu Waris, cet. I, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007, h. 19.
[4]Ibid., h. 20.
[5]Wahbah Az-zuhaili, Fiqih Islam Wa adilatuhu, cet. I, Jakarta: Gema Insani, 2011, h. 378-379.
[6] Ibid., h. 379.
[7]Ibid.
[8]Ibid., h. 380-389.
[9]Lihat: Amir Syarifuddin dalam bukunya Hukum Waris Islam dan karangan Hasbiyallah dalam bukunya Belajar Mudah Ilmu Waris.
[10]Lihat: Amir Syarifuddin dalam bukunya Hukum Waris Islam dan karangan Hasbiyallah dalam bukunya Belajar Mudah Ilmu Waris.
[11]Lihat: Wahbah Az-zuhaili dalam bukunya Fiqih Islam Wa adilatuhu, dan karangan Hasbiyallah dalam bukunya Belajar Mudah Ilmu Waris.
[12]Lihat: Khairil Anwar dalam bukunya Pedoman dan Materi Paktek, dan karangan Hasbiyallah dalam bukunya Belajar Mudah Ilmu Waris.
[14]Hasbiyallah, Belajar Mudah Ilmu Waris..., h. 27.
[15]Yaitu apabila angka penyebut masing-masing bagian sama besarnya. Maka angka asal masalahnya adalah mengambil angka tersebut. (Lihat: Hasbiyallah dalam bukunya Belajar Mudah Ilmu Waris).
[16]Hasbiyallah, Belajar Mudah Ilmu Waris..., h. 27.
[17]Yaitu apabila penyebut pada bagian ahli waris, yang satu bisa dibagi dengan penyebut yang lain. Angka asal masalahnya mengambil penyebut yang besar. (Lihat: Hasbiyallah dalam bukunya Belajar Mudah Ilmu Waris).
[18]Hasbiyallah, Belajar Mudah Ilmu Waris..., h. 27.
[19]Yaitu apabila angka penyebut pada bagian terkecil tidak dapat membagi angka penyebut yang besar, tetapi masing-masing angka penyebut dapat dibagi oleh angka yang sama. (Lihat: Hasbiyallah dalam bukunya Belajar Mudah Ilmu Waris).
[20]Hasbiyallah, Belajar Mudah Ilmu Waris..., h. 28.
[21]Yaitu apabila angka penyebut dalam bagian ahli waris masing-masing tidak sama, yang satu tidak bisa membagi angka penyebut yang lain, dan masing-masing tidak bisa dibagi oleh satu angka yang sama. Maka angka asal masalahnya adalah dengan mengalikan angka penyebut masing-masing. (Lihat: Hasbiyallah dalam bukunya Belajar Mudah Ilmu Waris).
[22]Hasbiyallah, Belajar Mudah Ilmu Waris..., h. 28.
[23]Ibid., h. 28.
[24]Ahmad Rofiq, Fiqh Mawaris, cet. III, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1998, h. 84.
[25]Ibid.
[26]Ibid., h. 98-99.