Rabu, 23 Juli 2014

PUTUSAN HAKIM



Makalah kelompok IV

Putusan hakim

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas
Mata Kuliah : Hukum Acara Perdata
Dosen Pembimbing : Usman, S.s, MHI
.



STAIN WARNA
 








Disusun oleh

AHMAD ZARKASI
NIM: 100 211 0339

andriyanto
nim: 100 211 0341



SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI PALANGKA RAYA
JURUSAN SYARI’AH PROGRAM STUDI AL AHWAL ASY SYAKHSHIYYAH 1434 H / 2012 M



bab i
pendahuluan
        A.        Latar Belakang
Hukum acara perdata adalah rangkaian-rangkaian peraturan-peraturan yang memuat cara bagaimana orang harus bertindak terhadap dan di muka pengadilan dan cara bagaimana pengadilan itu harus bertindak, satu sama lain untuk melaksanakan berjalannya peraturan-peraturan hukum perdata. Putusan hakim merupakan bagian dari hukum acara perdata yang meliputi arti putusan hakim, macam-macam putusan hakim.  
Oleh karena itu penulis selanjutnya membahas dalam makalah ini.
         B.        Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian putusan Hakim?
2.      Apa saja macam-macam putusan Hakim?
         C.        Tujuan Penulisan
1.      Untuk dapat mengetahui, memahami dan menjelaskan tentang putusan hakim.
2.      Untuk dapat mengetahui, memahami dan menjelaskan tentang macam-macam putusan hakim.
        D.        Batasan Masalah
Mengingat begitu luasnya yang berhubungan  dengan rumusan masalah di atas maka penulis membatasi pembahasan pada makalah ini hanya sesuai yang terdapat dalam rumusan masalah. Adapun hal lain yang tidak berhubungan dengan hal di atas tidak penulis uraikan pada makalah ini.
         E.        Metode Penulisan
Adapun metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah metode research library dengan menggunakan buku yang terdapat di perpustakaan dan metode browsing internet yaitu mencari bahan yang terkait dengan pembahasaan di internet.




Bab II
Pembahasan
A.    Putusan Hakim
Putusan Hakim adalah pernyataan hakim yang dituangkan dalam bentuk tertulis dan diucapkan oleh hakim dalam sidang terbuka untuk umum sebagai hasil dari pemeriksaan perkara gugatan (kontentius). Penetapan adalah pernyataan hakim yang dituangkan dalam bentuk tertulis dan diucapkan oleh hakim dalam sidang terbuka untuk umum sebagai hasil dari pemeriksaan perkara permohonan (voluntair).[1] Atau juga Putusan hakim adalah suatu pernyataan oleh hakim sebagai pejabat negara yang diberi wewenang untuk itu, diucapkan dipersidangan dan bertujuan untuk mengahiri atau menyelesaikan  perkara atau sengketa antara para pihak. Jika tidak diatati para pihak maka putusan tersebut dapat dipaksakan.[2]
Sedangkan menurut penulis bahwa putusan hakim adalah suatu pernyataan hakim terhadap suatu perkara, menyelesaikan sengketa dan mengakhirinya.
B.     Macam-Macam Putusan Hakim
1.      Putusan Akhir
Jenis putusan lain ditinjau dari segi bentuknya atau pada saat menjatuhkannya adalah putusan akhir atau dalam commom low, sama dengan final judgement. Kalau putusan sela di ambil dan menjatuhkan hakim pada saat proses pemeriksaan perkara pokok sedang berlangsung maka putusan akhir diambil dan di jatuhkan pada akhir atau sebagai akhir pemeriksaan perkara pokok.[3]
Putusan akhir merupakan mengakhiri pemeriksaan di persidangan, baik telah melalui semua tahapan pemeriksaan maupun yang tidak/belum menempuh semua tahapan pemeriksaan. Putusan yang dijatuhkan sebelum tahap akhir dari tahap-tahap pemeriksaan, tetapi telah mengakhiri pemeriksaan yaitu : putusan gugur, putusan verstek yang tidak diajukan verzet, putusan tidak menerima, dan putusan yang menyatakan pengadilan agama tidak berwenang memeriksa.
Semua putusan akhir dapat dimintakan akhir, kecuali bila undang-undang menentukan lain.[4]
Putusan akhir merupakan tindakan atau perbuatan hakim sebagai penguasa atau pelaksana kekuasaan kehakiman untuk menyelesaikan dan mengakhiri sengketa yang terjadi di antara pihak yang berpekara.[5]
Sedangkan menurut sifatnya dikenal tiga macam putusan, yaitu :
a. Putusan Declaratoir
Putusan declaratoir adalah putusan yang bersifat hanya menerangkan. Menegaskan suatu keadaan hukum semata-mata. Misalnya bahwa A adalah anak angkat yang sah dari X dan Y, atau bahwa A, B dan C adalah ahli waris dari almarhum Z.[6] Putusan declaratoir adalah pernyataan hakim yang tertuang dalam putusan yang dijatuhkannya. Pernyataan itu merupakan penjelasan atau penetapan tentang sesuatu hak dan titel maupun status. Dan pernyataan itu dicantumkan dalam amar atau diktum putusan. Dengan adanya pernyataan itu, putusan telah menentukan dengan pasti siapa yang berhak atau siapa yang mempunyai kedudukan atas permasalahan yang disengketakan.[7]
b. Putusan Constitutif
Putusan constitutif adalah putusan yang meniadakan suatu keadaan hukum atau menimbulkan suatu keadaan hukum yang baru. Contohnya adalah putusan perceraian, putusan yang menyatakan seorang jatuh pailit. [8] putusan contitutif yang menyatakan perjanjian batal, pada dasarnya amar yang berisi pembatalan perjanjian adalah bersifat deklaratif yakni yang berisi perjanjian itu tidak sah oleh karena itu perjanjian itu dinyatakan batal.[9]
c. Putusan Condemnatoir
Putusan condemnatoir adalah putusan yang berisi penghukuman. Misalnya, dimana pihak tergugat dihukum untuk menyerahkan sebidang tanah berikut bangunan rumahnya membayar utang.[10] Putusan condemnatoir memuat amar menghukum salah satu pihak yang berpekara. Putusan yang bersifat condemntoir merupakan bagian yang tidak terpisah dari amar deklaratif dan konstitutif. Dapat dikatakan amar condemnatoir adalah asesor dengan amar deklaratif dan konstitutif karena amar tersebut tidak dapat berdiri sendiri tanpa amar putusan condemnatoir.[11]
2. Putusan Sela
Mengenai putusan sela disinggung dalam pasal 185 ayat (1) HIR atau pasal 48 Rv.  Menurut pasal tersebut, hakim dapat mengambil atau menjatuhkan putusan yang bukan putusan akhir, yang dijatuhkan pada saat proses pemeriksaan berlangsung. Namun, putusan itu tidak berdiri sendiri,  tetapi merupakan satu kesatuan dengan putusan akhir mengenai pokok perkara. Jadi, hakim sebelum menjatuhkan putusan akhir dapat mengambil putusan sela baik yang berbentuk putusan preparatoir dan interlocutoir.
Putusan sela berisi perintah yang harus dilakukan para pihak yang berpekara untuk memudahkan hakim menyelesaikan pemeriksaan perkara, sebelum dia menjatuhkan putusan akhir. Sehubungan dengan itu, dalam teori dan praktik dikenal beberapa jenis putusan yang muncul dari putusan sela, antara lain sebagai berikut:
a.      Putusan Preparatoir
Tujuan dari putusan preparatoir merupakan persiapan jalannya pemeriksaan. Misalnya sebelum hakim memulai pemeriksaan, lebih dahulu menerbitkan putusan preparatoir tentang tahap-tahap proses atau jadwal persidangan.[12]

b.      Putusan Interlocutoir
Menurut soepomo, sering kali PN menjatuhkan putusan interlocutoir saat proses pemeriksaan tengah berlangsung. Putusan ini merupakan bentuk khusus putusan sela yang dapat berisi bermacam-macam perintah sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai hakim, antara lain sebagai berikut:
1)      Putusan interlokutor yang memerintahkan pendengaran keterangan ahli berdasarkan pasal 154 HIR.
Apabila hakim secara ex officio maupun atas permintaan salah satu pihak, menganggap perlu mendengar pendapat ahli yang kompeten menjelaskan hal yang belum terang tentang masalah yang disengketakan, hal itu dituangkan dalam putusan sela yang disebut putusan interlokutor.
2)      Memerintahkan pemeriksaan setempat berdasarkan pasal 153 HIR.
Jika hakim berpendapat atau atas permintaan salah satu pihak, perlu dilakukan pemeriksaan setempat maka pelaksanaannya dituangkan dalamm putusan interlokutor yang berisi perintah kepada hakim komisaris dan panitera untuk melaksanakannya.
3)      Memerintahkan pengucapan atau pengangkatan sumpah baik sumpah penentu atau tambahan berdasarkan pasal 155 HIR, pasal 1929 KUH perdata maka pelaksanaannya dituangkan dalam putusan interlokutor.
4)      Bisa juga memerintahkan pemanggilan saksi berdasarkan pasal 139 HIR yakni saksi yang diperlukan penggugat atau tergugat, tetapi tidak dapat menghadirkannya berdasarkan pasal 121 HIR, pihak yang berkepentingan dapat meminta kepada hakim supaya saksi tersebut dipanggil secara resmi oleh juru sita. Apabila permintaan ini dikabulkan, hakim menerbitkan surat perintah untuk itu yang dituangkan dalam bentuk putusan interlokutor.
5)      Putusan interlokutor dapat juga diterbitkan hakim untuk memerintahkan pemeriksaan pembukuan perusahaan yang terlibat dalam suatu sengketa oleh akuntan publik yang independen.[13]


BAB III
PENUTUP
        A.        Kesimpulan
Putusan hakim adalah suatu pernyataan hakim di dalam suatu persidangan bertujuan untuk mengakhiri dan menyelesaikan sebuah perkara. Ada beberapa macam putusan hakim untuk menyelesaikan suatu perkara yaitu putusan akhir dan putusan Putusan sela, yang termasuk putusan sela yaitu Declaratoir, Putusan Constitutif, Putusan Condemnatoir, dan Putusan sela yaitu Putusan Preparatoir Interlocutoir.
         B.        Saran Penulis
Dalam hal ini kami menyadari sepenuhnya akan keterbatasan ruang gerak pemikiran dan sudut pandang yang kami miliki. Sehingga target kesempurnaan dalam penulisan makalah ini masih belum dapat dicapai. Untuk itu dukungan kritik dan saran yang berorientasi pada penyempurnaan makalah ini sangat kami harapkan demi kesempurnaan di masa yang akan datang. Akhir kata dengan kerendahan hati, kami berharap semoga makalah dapat diterima dan mudah-mudahan makalah yang kami buat ini dapat digunakan sebaik-baiknya sebagai bahan bacaan dan dapat bermanfaat bagi kita semua. Terima kasih !


























[2]Abdul khair, Kompilasi Hukum Acara Perdata, (softfile).
[3]Ibid, h. 887.
[5] Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata, Cet. 7, Jakarta: Sinar Grafika, 2008, h. 887-888.
[6]Retnowulan Sutantio dan Iskandar Oeripkartawinata,  Hukum Acara Perdata Dalam Teori Dan Praktek, Bandung: Mandar Maju, 2005,  h. 109.
[7]Yahya Harahap, hukum acara perdata, Cet. 7, Jakarta: sinar grafika, 2008, h. 876.
[8]Retnowulan sutantio dan Iskandar Oeripkartawinata, h. 109.
[9]Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata, h. 877.
[10]Retnowulan Sutantio dan Iskandar Oeripkartawinata,  Hukum Acara Perdata Dalam Teori Dan Praktek, Bandung: Mandar Maju, 2005,  h. 109.
[11]Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata, h. 877.
[12]Ibid,  h. 880.
[13]Ibid, h. 881.
 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar