Peradaban
Arab dan Dunia Pra Islam dan Masa Nabi Muhammad SAW
Disusun untuk memenuhi
salah satu tugas
Mata Kuliah : Sejarah
Peradaban Islam
Dosen
:Akhmad Supriadi, S.HI, M.S.I
Disusun Oleh
Munawir
1302110406
Norhasanah
1302110407
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI PALANGKA RAYA
JURUSAN
SYARI’AH
PRODI AL AHWAL
AL SYAKHSIYYAH
KATA PENGANTAR
Assalamu ‘alaikum wr. wb.
Alhamdulillahirabbil’alamin. Puji syukur kita panjatkan kehadirat
Allah SWT. yang atas berkat dan rahmat-Nyalah kita senantiasa diberi kesehatan
dan berkah yang tak terhingga. Sehingga kami diberi kesempatan dan waktu untuk
menyelesaikan penyusunan makalah ini yang berjudul “Peradaban Arab dan Dunia
Pra Islam dan Masa Nabi Muhammad SAW”.
Penulisan makalah ini diajukan untuk memenuhi salah satutugas mata
kuliah Sejarah Peradaban Islam, guna lebih mengetahui dan memahami peradaban
Arab dan dunia pra Islam dan masa Nabi Muhammad. Kami berharap semoga dengan
adanya makalah ini dapat memudahkan kita semua untuk lebih memahami peradaban
Arab dan masa Nabi Muhammad SAW.
Kami juga menyadari dalam pembuatan makalah ini masih terdapat
banyak kekurangan baik dari segi penulisan, pemilihan kata, kerapian, dan isi.
Oleh karena itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca yang
bersifat membangun, guna kesempurnaan makalah ini dan perbaikan dalam berbagai
hal untuk kedepannya. Akhir kata, semoga makalah yang sederhana ini bermanfaat
untuk kita semua.
Wassalamu
‘alaikum wr. wb.
Palangka Raya, Februari 2014
Tim
DAFTAR ISI
BAB I
BAB II
BAB III
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ketika Nabi Muhammad SAW lahir (570 M), Makkah adalah kota yang sangat
penting dan terkenal diantara kota-kota di negeri Arab. Baik karena
tradisinya maupun karena letaknya. Kota ini dilalui jalur
perdagangan yang ramai menghubungkan Yaman di Selatan dan Siria di Utara.
Dengan adanya ka’bah ditengah kota. Makkah menjadi pusat keagamaan Arab. Ka’bah
adalah tempat mereka berziarah. Didalamnya terdapat 360 berhala. Mengelilingi
berhala utama yaitu Hubal. Makkah kelihatan makmur dan kuat. Agama dan
masyarakat Arab ketika itu mencerminkan realitas kesukuan masyarakat jazirah
Arab dengan luas satu juta mil persegi.
Biasanya dalam membicarakan wilayah geografis yang didiami bangsa Arab
sebelum Islam, orang membatasi pembicaraan hanya pada jazirah Arab. Padahal
bangsa Arab juga mendiami daerah-daerah disekitar jazirah. Jazirah Arab memang
merupakan kediaman mayoritas bangsa Arab kala itu.
Dunia Arab ketika itu merupakan kancah peperangan terus menerus. Pada sisi
yang lain meskipun masyarakat Badui mempunyai pemimpin namun mereka hanya
tunduk kepada Syeikh atau Amir (ketua kabilah) itu dalam hal yang berkaitan
dengan peperangan, pembagian harta rampasan dan pertempuran tertentu. Diluar
itu, Syeikh atau Amir tidak kuasa mengatur anggota kabilahnya.
Akibat peperangan yang terus menerus, kebudayaan mereka tidak berkembang.
Oleh Karena itu kami mencoba membuat makalah ini, yang membahas mengenai bangsa
Arab.
B. Rumusan Masalah
Terkait dengan judul makalah ini, maka pembahasan
materi makalah ini dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana keadaan bangsa Arab sebelum Islam?
2. Bagaimana kondisi ekonomi bangsa Arab
sebelum Islam?
3. Bagaimana sistem pemerintahan bangsa Arab
sebelum Islam?
4. Bagaimana pengetahuan masyarakat Arab
sebelum Islam?
5. Bagaimana agama dan kepercayaan bangsa Arab
sebelum Islam?
C. Tujuan penulisan
1. Agar dapat mengetahui keadaan bangsa Arab
sebelum Islam.
2. Agar dapat mengetahui kondisi ekonomi
bangsa Arab sebelum Islam.
3. Agar dapat mengetahui sistem pemerintahan
bangsa Arab sebelum Islam.
4. Agar dapat mengetahui pengetahuan
masyarakat Arab sebelum Islam.
5. Agar dapat mengetahui agama dan kepercayaan
bangsa Arab sebelum Islam.
D. Metode penulisan
Metode penulisan dalam makalah ini melalui metode kajian pustaka. Dan dengan
metode browsing (internet) yang diambil dari berbagai literature agar memberikan
penjelasan yang mudah di pahami oleh berbagai kalangan.
PEMBAHASAN
A. Arab Sebelum Islam
Makkah adalah sebuah kota yang sangat penting dan
terkenal di antara kota-kota di negeri Arab, baik karena tradisinya maupun
karena letaknya. Dengan adanya Ka’bah di tengah kota, Makkah menjadi pusat
keagamaan Arab. Ka’bah adalah tempat mereka berziarah. Makkah kelihatannya
makmur dan kuat. Agama dan masyarakat Arab ketika itu mencerminkan realitas
kesukuan masyarakat jazirah Arab dengan luas satu juta mil persegi. Jazirah
Arab terbagi menjadi dua bagian besar, yaitu bagian tengah dan bagian pesisir.
Sebagian besar daerah jazirah adalah padang pasir Sahara yang terletak ditengah
dan memiliki keadaan dan sifat berbeda-beda.[1]
Adapun daerah pesisir, bila dibandingkan dengan Sahara
sangat kecil, bagaikan selembar pita yang mengelilingi jazirah. Bila dilihat
dari asal usul keturunan, penduduk jazirah Arab dapat dibagi menjadi dua
golongan besar, yaitu Qahthaniyun (keturunan Qahthan) dan ‘Adnaniyun
(keturunan Ismail Ibnu Ibrahim). Dunia Arab ketika itu merupakan kancah
peperangan terus menerus. Akibat dari peperangan yang terus menerus, kebudayaan
mereka tidak berkembang. Karena itu, bahan-bahan sejarah Arab pra Islam sangat
langka didapatkan di dunia Arab dan dalam bahasa Arab. Dengan begitulah sejarah
dan sifat masyarakat Badui Arab dapat diketahui, antara lain bersemangat tinggi
dalam mencari nafkah, sabar menghadapi kekerasan alam, dan juga dikenal sebagai
masyarakat yang cinta kebebasan.[2]
Lain halnya dengan penduduk negeri yang
telah berbudaya dan mendiami pesisir jazirah Arab, sejarah mereka dapat
diketahui lebih jelas. Mereka selalu mengalami perubahan sesuai dengan
perubahan situasi dan kondisi yang mengitarinya. Sampai kehadiran Nabi
Muhammad, kota-kota mereka masih merupakan kota-kota perniagaan dan memang
jazirah Arab ketika itu merupakan daerah yang terletak pada jalur perdagangan
yang menghubungkan antara Syam dan Samudera India.[3]
Golongan Qahthaniyun pernah mendirikan kerajaan
Saba’ dan kerajaan Himyar di Yaman, bagian selatan jazirah Arab. Kerajaan Saba’
inilah yang membangun bendungan Ma’arib, sebuah bendungan raksasa yang menjadi
sumber air untuk seluruh wilayah kerajaan. Setelah bendungan Ma’arib runtuh,
masa gemilang kerajaan Himyar sedikit demi sedikit memudar. Banyak bangunan
roboh dibawa air dan sebagian besar penduduk mengungsi ke bagian Utara jazirah.
Meskipun demikian, karena daerahnya berada pada jalur perdagangan yang
strategis dan tanahnya subur, daerah ini tetap menjadi incaran kerajaan besar
Romawi dan Persia yang selalu bersaing untuk menguasainya.[4]
Setelah kerajaan Himyar jatuh, jalur-jalur
perdagangan didominasi oleh kerajaan Romawi dan Persia. Pusat perdagangan
bangsa Arab serentak kemudian beralih ke daerah Hijaz. Makkah pun menjadi
masyhur dan disegani. Begitu pula suku Quraisy. Kondisi ini membawa dampak
positif bagi mereka, perdagangan menjadi semakin maju. Melalui jalur
perdagangan, bangsa Arab berhubungan dengan bangsa-bangsa Syiria, Persia,
Habsyi, Mesir (Qibthi), dan Romawi yang semuanya telah mendapat pengaruh dari
kebudayaan Hellenisme. Penganut agama Yahudi juga banyak mendirikan
koloni di jazirah Arab, yang terpenting di antaranya adalah Yatsrib. Mayoritas
penganut agama Yahudi tersebut pandai bercocok tanam dan membuat alat-alat dari
besi, seperti perhiasan dan persenjataan. Walaupun agama Yahudi dan Kristen
sudah masuk ke jazirah Arab, bangsa Arab kebanyakan masih menganut agama asli
mereka, yaitu percaya kepada banyak dewa yang diwujudkan dalam bentuk berhala
dan patung. Setiap kabilah mempunyai berhala sendiri. Berhala-berhala tersebut
dipusatkan di Ka’bah, meskipun di tempat-tempat lain juga ada. Berhala-berhala
itu mereka jadikan tempat menanyakan dan mengetahui nasib baik dan nasib buruk.
Demikianlah keadaan bangsa dan jazirah Arab menjelang kebangkitan Islam.[5]
B. Kondisi Ekonomi
Bagi masyarakat
pedalaman, yaitu masyarakat Badui, kehidupan sosial ekonomi mereka biasanya
dilakukan melalui sektor pertanian terutama mereka yang mendiami daerah
subur di sekisar Oase. Akan tetapi bagi masyarakat Arab perkotaan,
kehidupan sosial ekonomi mereka sangat ditentukan oleh keahlian mereka dalam
perdagangan. Oleh Karena itu, bangsa Arab Quraisy sangat terkenal dalam dunia
perdagangan. Mereka melakukan perjalanan dagang dua musim dalam setahun, yaitu
ke Negara Syam pada musim panas dan ke Yaman pada musim dingin. Ada empat tokoh
suku Quraisy yang tercatat sebagai tokoh-tokoh bisnis masa lalu. Mereka adalah
Hasyim yang lebih senang berkunjung ke Syam, Abd Syams memilih ke Habasyah,
al-Muthalib ke Yaman, dan Naufal ke Persia. Sebelum mereka justru para pedagang
dari luar wilayah Makkahlah yang datang menawarkan dagangannya, tetapi dengan
kegiatan keempat tokoh itu, maka wajah perekonomian masyarakat Makkah berubah
dan kesejahteraan pun meningkat.[6]
C. Sistem Pemerintahan
Pada masyarakat Arab pra Islam sudah
banyak ditemukan tata cara pengaturan dalam aktivitas kehidupan sosial yang
dapat dibagi pada beberapa sistem-sistem yang ada di masyarakat, salah satunya
adalah sistem politiknya. Pada garis besarnya penduduk jazirah dapat di bagi
berdasarkan teritorial kepada dua bagian yaitu penduduk kota (al-Hadharah) yang
tinggal di kota perniagaan jazirah Arabia, seperti Makkah dan Madinah. Kota Makkah
merupakan kota penghubung perniagaan Utara dan Selatan, para pedagang dengan
khalifah-khalifah yang berani membeli barang dagangan dari India dan Cina di Yaman
dan menjualnya ke Syiria di Utara.[7]
Sebelum kelahiran Islam, ada tiga kekuatan politik besar yang perlu dicatat dalam hubungannya
dengan Arab, yaitu kekaisaran Nasrani Byzantin, kekaisaran Persia yang memeluk agama Zoroaster, serta Dinasti Himyar yang
berkuasa di Arab bagian Selatan. Setidaknya ada dua hal yang bisa dianggap turut mempengaruhi kondisi
politik jazirah Arab, yaitu interaksi dunia Arab dengan dua adi kuasa saat itu,
yaitu kekaisaran Byzantin dan Persia serta persaingan antara Yahudi, beragam sekte dalam agama Nasrani dan para pengikut Zoroaster.[8]
D. Pengetahuan Masyarakat Arab
Pengetahuan mereka antara lain:
1. Astronomi
Pengetahuan mereka dalam bidang ini adalah dalam
konteks penunjuk arah di darat dan di laut.
2. Meteorologi
Masyarakat Jahiliyah memiliki juga pengetahuan praktis
tentang cuaca yang memungkinkan mereka dapat melakukan ramalan cuaca yang tidak
jarang benar.
3. Sejarah
Banyak sekali ayat-ayat al-Qur’an yang berbicara dan
menggugah untuk memperhatikan dan mempelajari sejarah dan tentu saja itu
menunjukkan bahwa mereka memiliki pengetahuan tentang hal itu.
4. Sedikit Menyangkut Pengobatan
Pengetahuan pengobatan berdasarkan pengalaman
keseharian mereka.
5. Susastra
Bidang susastra yang mereka kuasai mencakup prosa, puisi, dan
perumpamaan-perumpamaan.[9]
E. Agama dan Kepercayaan
Masyarakat Arab lama (sebelum Islam) memiliki keyakinan Animisme,
ialah sebuah faham yang beranggapan bahwa setiap benda mempunyai roh, dan roh
tersebut memiliki kekuatan ghaib yang disebut Mana dan dikenal sebagai “Kaum
Watsani” yaitu kaum yang mempersonifikasikan Tuhan mereka dalam bentuk
patung-patung sembahan yang mereka anggap sebagai perantara dengan Tuhan.
Mereka percaya akan Tuhan Yang Esa. Namun mereka juga meyakini adanya roh-roh
penguasa yang di anggap dan diperlakukan sebagai Tuhan. Berbeda dengan Islam
yang mengajarkan untuk meng-Esakan Allah dan hanya kepada-Nya beribadah tanpa
perantara apapun.[10]
F. Riwayat Hidup Nabi Muhammad: Dakwah dan Perjuangan
1. Sebelum Masa Kerasulan
Nabi Muhammad Saw.
adalah anggota Bani Hasyim, suatu kabilah yang kurang berkuasa dalam suku
Quraisy. Kabilah ini memegang jabatan siqayah. Nabi Muhammad lahir dari
keluarga terhormat yang relatif miskin. Ayahnya bernama Abdullah anak Abdul Muthalib,
seorang kepala suku Quraisy yang besar pengaruhnya. Ibunya bernama Aminah binti
Wahab dari Bani Zuhrah. Tahun kelahiran nabi dikenal dengan nama Tahun Gajah (570M).
Muhammad lahir dalam keadaan yatim karena ayahnya meninggal dunia tiga bulan
setelah dia menikahi Aminah. Muhammad kemudian diserahkan kepada ibu pengasuh,
Halimah Sa’diyyah sampai usia 4 tahun. Setelah itu, kurang lebih dua tahun dia
berada dalam asuhan ibu kandungnya dan ketika berumur 6 tahun, dia menjadi
yatim piatu.[11]
Setelah Aminah
meninggal, Abdul Muthalib mengambil alih tanggung jawab merawat Muhammad.
Namun, dua tahun kemudian Abdul Muthalib meninggal dunia karena renta. Tanggung
jawab selanjutnya beralih kepada pamannya yaitu Abu Thalib. Dalam usia muda,
Muhammad hidup sebagai pengembala kambing keluarganya dan kambing penduduk
Makkah. Melalui kegiatan pengembalaan ini dia menemukan tempat untuk berfikir
dan merenung.[12]
Pada usia yang ke-25,
Muhammad berangkat ke Syiria membawa barang dagangan saudagar wanita kaya raya
yang telah lama menjanda, namanya adalah Khadijah. Khadijah kemudian
melamarnya. Lamaran itu diterima dan perkawinan segera dilaksanakan. Ketika itu
Muhammad berusia 25 tahun dan Khadijah 40 tahun dan dikarunia enam orang anak,
dua putra dan empat putri: Qasim, Abdullah, Zainab, Ruqayah, Ummu Kulsum, dan
Fatimah. Kedua putranya meninggal waktu kecil.[13]
Peristiwa penting yang
memperlihatkan kebijaksanaan Muhammad terjadi pada saat usianya 35 tahun. Waktu
itu bangunan Ka’bah rusak berat. Perbaikan Ka’bah dilakukan secara gotong
royong, tetapi pada saat terakhir, ketika pekerjaan tinggal meletakkan hajar
aswad di tempatnya semula, timbul perselisihan. Perselisihan semakin memuncak,
namun akhirnya para pemimpin Quraisy sepakat bahwa orang yang pertama masuk ke
Ka’bah melalui pintu shafa akan dijadikan hakim untuk memutuskan perkara ini.
Ternyata, orang yang pertama masuk itu adalah Muhammad. Ia pun dipercaya menjadi
hakim. Perselisihan dapat diselesaikan dengan bijaksana dan semua kepala suku
merasa puas dengan cara penyelesaian Nabi Muhammad.[14]
2. Masa Kerasulan
Menjelang usianya yang
ke-40, dia sudah terlalu biasa memisahkan diri dari pergaulan masyarakat,
berkontemplasi ke gua Hira, beberapa kilometer di Utara Makkah. Pada tanggal 17
Ramadhan tahun 611 M, Malaikat Jibril muncul di hadapannya, menyampaikan wahyu
Allah yang pertama. Setelah wahyu pertama datang, Jibril tidak muncul lagi
untuk beberapa lama, sementara Nabi Muhammad menantikannya dan selalu datang ke
gua Hira. Dalam keadaan menanti itulah turun wahyu yang membawa perintah
kepadanya untuk berdakwah.[15]
Dengan turunnya
perintah itu, mulailah Rasulullah berdakwah. Pertama-tama, beliau melakukannya
secara diam-diam di lingkungan sendiri dan di kalangan rekan-rekannya. Karena
itulah, orang yang pertama kali menerima dakwahnya adalah keluarga dan sahabat
dekatnya. Setelah beberapa lama dakwah tersebut dilaksanakan secara individual,
turunlah perintah agar Nabi menjalankan dakwah secara terbuka. Mula-mula ia
mengundang dan menyeru kerabat karibnya dari Bani Abdul Muthalib. Langkah dakwah
selanjutnya yang diambil Muhammad adalah menyeru masyarakat umum. Nabi mulai
menyeru segenap lapisan masyarakat kepada Islam dengan terang-terangan, baik
golongan bangsawan maupun hamba sahaya.[16]
Setelah dakwah
terang-terangan itu, pemimpin Quraisy mulai berusaha menghalangi dakwah rasul.
Menurut Ahmad Syalabi, ada lima faktor yang mendorong orang Quraisy menentang
seruan Islam itu. (1) Mereka tidak dapat membedakan antara kenabian dan
kekuasaan. (2) Nabi Muhammad menyerukan persamaan hak antara bangsawan dan
hamba sahaya. (3) Para pemimpin Quraisy tidak dapat menerima ajaran tentang
kebangkitan kembali dan pembalasan di akhirat. (4) Taklid kepada nenek
moyang adalah kebiasaan yang berurat berakar pada bangsa Arab. (5) Pemahat
dan penjual patung memandang Islam sebagai penghalang rezeki.[17]
Banyak cara yang
ditempuh para pemimpin Quraisy untuk mencegah dakwah Nabi Muhammad.
Pertama-tama mereka mengira bahwa, kekuatan nabi terletak pada perlindungan dan
pembelaan Abu Thalib yang amat disegani itu. Karena itu mereka menyusun siasat bagaimana
melepaskan hubungan Nabi dengan Abu Thalib, yaitu dengan cara mengancam Abu
Thalib. Tampaknya Abu Thalib cukup terpengaruh dengan ancaman tersebut. Namun,
Nabi menolak dengan mengatakan: “Demi Allah saya tidak akan berhenti
memperjuangkan amanat Allah ini, walaupun seluruh anggota keluarga dan sanak
saudara akan mengucilkan saya”. Abu Thalib sangat terharu mendengar jawaban
keponakannya itu, kemudian berkata: “Teruskanlah, demi Allah aku akan terus
membelamu”.[18]
Setelah cara-cara
diplomatik dan bujuk rayu yang dilakukan oleh kaum Quraisy gagal,
tindakan-tindakan kekerasan secara fisik yang sebelumnya sudah dilakukan
semakin ditingkatkan. Kekejaman yang dilakukan oleh penduduk Makkah terhadap
kaum muslimin itu, mendorong Nabi Muhammad untuk mengungsikan
sahabat-sahabatnya ke luar Makkah. Menguatnya posisi umat islam memperkeras
reaksi kaum musyrik Quraisy. Mereka menempuh cara baru dengan melumpuhkan
kekuatan Muhammad yang bersandar pada perlindungan Bani Hasyim. Cara yang
ditempuh adalah pemboikotan.[19]
Pemboikotan itu baru
berhenti setelah beberapa pemimpin Quraisy menyadari bahwa apa yang mereka
lakukan sungguh suatu tindakan yang keterlaluan. Tidak lama kemudian Abu
Thalib, paman Nabi yang merupakan pelindung utamanya, meninggal dunia dalam
usia 87 tahun. Tiga hari setelah itu, Khadijah istri Nabi meninggal dunia pula.
Peristiwa itu terjadi pada tahun ke-10 kenabian. Tahun ini merupakan tahun
kesedihan bagi Nabi Muhammad. Untuk menghibur Nabi yang sedang ditimpa duka,
Allah mengisra’ dan memikrajkan beliau pada tahun ke-10 kenabian itu. Setelah
peristiwa Isra’ dan Mikraj, suatu perkembangan besar bagi kemajuan dakwah Islam
muncul.[20]
G. Pembentukan Negara Madinah
Setelah tiba dan diterima
penduduk Yatsrib (Madinah), Nabi resmi menjadi pemimpin penduduk kota itu.
Babak baru dalam Islam pun dimulai. Berbeda dengan periode Makkah, pada periode
Madinah, Islam merupakan kekuatan politik. Ajaran Islam yang berkenan dengan
kehidupan masyarakat banyak turun di Madinah. Nabi Muhammad mempunyai
kedudukan, bukan saja sebagai kepala agama, tetapi juga sebagai kepala negara.[21]
Dalam rangka
memperkokoh masyarakat dan negara baru itu, ia segera meletakkan dasar-dasar
kehidupan bermasyarakat. Dasar pertama, pembangunan masjid, selain untuk tempat
shalat, juga sebagai sarana penting untuk mempersatukan kaum muslimin dan
mempertalikan jiwa mereka, disamping sebagai tempat bermusyawarah merundingkan
masalah-masalah yang dihadapi, masjid pada masa Nabi bahkan juga berfungsi
sebagai pusat pemerintahan. Dasar kedua, adalah ukhuwwah islamiyah,
persaudaraan sesama muslim. Nabi mempersaudarakan antara golongan Muhajirin dan
Anshar. Dasar ketiga, hubungan persahabatan dengan pihak-pihak lain yang tidak
beragama Islam.[22]
Dengan terbentuknya negara
Madinah, Islam semakin bertambah kuat. Perkembangan Islam yang pesat itu
membuat orang-porang Makkah dan musuh-musuh Islam lainnya menjadi risau.
Kerisauan ini akan mendorong orang-orang Quraisy berbuat apa saja. Untuk
menghadapi kemungkinan-kemungkinan gangguan dari musuh, Nabi sebagai kepala
pemerintahan mengatur siasat dan membentuk pasukan tentara. Perang pertama yang
sangat menentukan masa depan negara Islam adalah Perang Badar, perang antara
kaum Muslimin dengan Musyrik Quraisy. Dalam perang ini kaum Muslimin keluar
sebagai pemenang. Pada tahun ke-3 H, kaum Musyrik Quraisy membalas dendam atas
kekalahannya dalam perang Badar. Lalu terjadilah perang di bukit Uhud, sehingga
dinamakan dengan perang Uhud. Pada perang tersebut kemenangan prajurit Islam
yang sudah diambang pintu itu tiba-tiba gagal karena godaan harta peninggalan
musuh. Pada tahun ke-5 H terjadi perang yang disebut perang Ahzab (sekutu dari
beberapa suku) atau perang Khandaq (parit). Disebut perang Khandaq (parit)
karena pada saat itu umat Islam menggali parit untuk pertahanan.[23]
Pada tahun ke-6 H,
ketika ibadah haji sudah di isyaratkan, Nabi memimpin sekitar seribu kaum
muslimin berangkat ke Makkah. Penduduk Makkah tidak mengizinkan mereka masuk
kota. Akhirnya diadakan perjanjian yang dikenal dengan nama Perjanjian
Hudaibiyah. Selama dua tahun perjanjian Hudaibiyah berlangsung, dakwah Islam
sudah menjangkau seluruh jazirah Arab dan mendapat tanggapan yang positif. Pada
tahun ke-9 dan 10 H (630-632 M) banyak suku dari berbagai pelosok Arab mengutus
delegasinya kepada Nabi Muhammad menyatakan ketundukkan mereka. Dalam
kesempatan menunaikan ibadah haji yang terakhir (tahun 10 H/631 M), Nabi
Muhammad menyampaikan khotbahnya yang sangat bersejarah. Setelah itu Nabi
Muhammad segera kembali ke Madinah. Dua bulan setelah itu, Nabi menderita sakit
demam. Tenaganya dengan cepat berkurang. Pada hari senin, tanggal 12 Rabiul
Awal 11 H/8 Juni 632 M, Nabi Muhammad wafat dirumah istrinya Aisyah.[24]
Dari perjalanan sejarah
Nabi ini, dapat disimpulkan bahwa Nabi Muhammad disamping sebagai pemimpin
agama, juga seorang negarawan, pemimpin politik, dan administrasi yang cakap.
Hanya dalam waktu 11 tahun menjadi pemimpin politik, beliau berhasil
menundukkan seluruh jazirah Arab ke dalam kekuasaannya.[25]
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari
pembahasan yang telah di uraikan dalam makalah ini, dapat kita simpulkan
sebagai berikut:
1.
Bila dilihat dari asal usul keturunan, penduduk
jazirah Arab dapat dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu Qahthaniyun (keturunan
Qahthan) dan ‘Adnaniyun (keturunan Ismail Ibnu Ibrahim). Dunia Arab
ketika itu merupakan kancah peperangan terus menerus. Akibat dari peperangan
yang terus menerus, kebudayaan mereka tidak berkembang.
2.
Bagi masyarakat
pedalaman, yaitu masyarakat Badui, kehidupan sosial ekonomi mereka biasanya
dilakukan melalui sektor pertanian terutama mereka yang mendiami daerah
subur di sekisar Oase. Akan tetapi bagi masyarakat Arab perkotaan,
kehidupan sosial ekonomi mereka sangat ditentukan oleh keahlian mereka dalam
perdagangan.
3.
Sebelum kelahiran Islam, ada tiga
kekuatan politik besar yang perlu dicatat dalam hubungannya dengan Arab, yaitu kekaisaran Nasrani Byzantin, kekaisaran Persia yang memeluk agama Zoroaster, serta Dinasti Himyar yang
berkuasa di Arab bagian Selatan.
4.
Pengetahuan mereka antara lain:
a. Astronomi,
b. Meteorologi,
c. Sejarah,
d. Sedikit Menyangkut Pengobatan, dan
e. Susastra.
5.
Walaupun agama Yahudi dan Kristen sudah masuk ke
jazirah Arab, bangsa Arab kebanyakan masih menganut agama asli mereka, yaitu
percaya kepada banyak dewa yang diwujudkan dalam bentuk berhala dan patung.
6.
Peristiwa penting yang
memperlihatkan kebijaksanaan Muhammad terjadi pada saat usianya 35 tahun. Waktu
itu bangunan Ka’bah rusak berat. Perbaikan Ka’bah dilakukan secara gotong
royong.
7.
Pada tanggal 17
Ramadhan tahun 611 M, Malaikat Jibril muncul di hadapan Nabi, menyampaikan
wahyu Allah yang pertama. Setelah wahyu pertama datang, Jibril tidak muncul
lagi untuk beberapa lama, sementara Nabi Muhammad menantikannya dan selalu
datang ke gua Hira. Dalam keadaan menanti itulah turun wahyu yang membawa
perintah kepadanya untuk berdakwah. Dengan turunnya perintah itu, mulailah
Rasulullah berdakwah.
8.
Setelah tiba dan diterima
penduduk Yatsrib (Madinah), Nabi resmi menjadi pemimpin penduduk kota itu.
Babak baru dalam Islam pun dimulai. Berbeda dengan periode Makkah, pada periode
Madinah, Islam merupakan kekuatan politik. Ajaran Islam yang berkenan dengan
kehidupan masyarakat banyak turun di Madinah. Nabi Muhammad mempunyai
kedudukan, bukan saja sebagai kepala agama, tetapi juga sebagai kepala negara.
Dengan terbentuknya negara Madinah, Islam semakin bertambah kuat.
B. Saran
Dalam kehidupan ini hendaklah kita mengingat sejarah bagaimana perjuangan
Nabi Muhammad dalam berdakwah menyiarkan agama Islam. Nabi Muhammad adalah
seorang figur yang patut di contoh. Karena pada dirinya terdapat akhlak yang
mulia. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada semua orang yang
berminat menuntut subtansi Islam lebih mendalam.
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
Mufrodi, Ali, Islam di kawasan Kebudayaan Arab, Jakarta: Logos, 1997.
Quraish, M. Shihab, Membaca Sirah Nabi Muhammad SAW dalam
Sorotan Al-Qur’an dan Hadits-hadits Shahih, Tanggerang: Penerbit Lentera
Hati, 2011.
Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 2011.
B. Internet
Http://moenawar.multiply.com/journal/item/7–_ftnl (di unduh pada hari
rabu, 26-02-2014 pukul 20:00 WIB).
Http://panjinasrullah.wordpress.com/2012/11/13/sistem-kepercayaan-agamamasyarakat-arab-sebelum-islam/
(diunduh pada hari kamis, 27-02-2014 pukul 12:30 WIB).
[1]Badri Yatim, Sejarah
Peradaban Islam, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2011, h. 9-10.
[6]M. Quraish
Shihab, Membaca Sirah Nabi Muhammad SAW dalam Sorotan Al-Qur’an dan
Hadits-hadits Shahih, Tanggerang: Penerbit Lentera Hati, 2011, h. 63.
[7]Ali Mufrodi, Islam
di kawasan Kebudayaan Arab, Jakarta: Logos, 1997, h. 11.
[8]Http://moenawar.multiply.com/journal/item/7–_ftnl (di unduh pada hari
rabu, 26-02-2014 pukul 20:00 WIB).
[9]M. Quraish
Shihab, Membaca Sirah Nabi..., h. 75-78.
[10]Http://panjinasrullah.wordpress.com/2012/11/13/sistem-kepercayaan-agama-masyarakat-arab-sebelum-islam/ (diunduh pada
hari kamis, 27-02-2014 pukul 12:30 WIB).
[11]Badri Yatim, Sejarah
Peradaban..., h. 16.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar