Kamis, 24 Juli 2014

Peradaban Arab dan Dunia Pra Islam dan Masa Nabi Muhammad SAW



Peradaban Arab dan Dunia Pra Islam dan Masa Nabi Muhammad SAW
Disusun untuk memenuhi salah satu tugas
Mata Kuliah : Sejarah Peradaban Islam
Dosen :Akhmad Supriadi, S.HI, M.S.I


Disusun Oleh

Munawir
1302110406

Norhasanah
1302110407



SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI PALANGKA RAYA
JURUSAN SYARI’AH
PRODI AL AHWAL AL SYAKHSIYYAH
TAHUN 2014 M / 1435 H

KATA PENGANTAR


Assalamu ‘alaikum wr. wb.
Alhamdulillahirabbil’alamin. Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT. yang atas berkat dan rahmat-Nyalah kita senantiasa diberi kesehatan dan berkah yang tak terhingga. Sehingga kami diberi kesempatan dan waktu untuk menyelesaikan penyusunan makalah ini yang berjudul “Peradaban Arab dan Dunia Pra Islam dan Masa Nabi Muhammad SAW”.
Penulisan makalah ini diajukan untuk memenuhi salah satutugas mata kuliah Sejarah Peradaban Islam, guna lebih mengetahui dan memahami peradaban Arab dan dunia pra Islam dan masa Nabi Muhammad. Kami berharap semoga dengan adanya makalah ini dapat memudahkan kita semua untuk lebih memahami peradaban Arab dan masa Nabi Muhammad SAW.
Kami juga menyadari dalam pembuatan makalah ini masih terdapat banyak kekurangan baik dari segi penulisan, pemilihan kata, kerapian, dan isi. Oleh karena itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca yang bersifat membangun, guna kesempurnaan makalah ini dan perbaikan dalam berbagai hal untuk kedepannya. Akhir kata, semoga makalah yang sederhana ini bermanfaat untuk kita semua.
Wassalamu ‘alaikum wr. wb.

Palangka Raya,   Februari 2014


    Tim

DAFTAR ISI


BAB I
BAB II
BAB III




BAB I

PENDAHULUAN


A.  Latar Belakang

Ketika Nabi Muhammad SAW lahir (570 M), Makkah adalah kota yang sangat penting dan terkenal diantara kota-kota di negeri  Arab. Baik karena tradisinya maupun  karena  letaknya. Kota ini dilalui jalur perdagangan yang ramai menghubungkan Yaman di Selatan dan Siria di Utara. Dengan adanya ka’bah ditengah kota. Makkah menjadi pusat keagamaan Arab. Ka’bah adalah tempat mereka berziarah. Didalamnya terdapat 360 berhala. Mengelilingi berhala utama yaitu Hubal. Makkah kelihatan makmur dan kuat. Agama dan masyarakat Arab ketika itu mencerminkan realitas kesukuan masyarakat jazirah Arab dengan luas satu juta mil persegi.
Biasanya dalam membicarakan wilayah geografis yang didiami bangsa Arab sebelum Islam, orang membatasi pembicaraan hanya pada jazirah Arab. Padahal bangsa Arab juga mendiami daerah-daerah disekitar jazirah. Jazirah Arab memang merupakan kediaman mayoritas bangsa Arab kala itu.
Dunia Arab ketika itu merupakan kancah peperangan terus menerus. Pada sisi yang lain meskipun masyarakat Badui mempunyai pemimpin namun mereka hanya tunduk kepada Syeikh atau Amir (ketua kabilah) itu dalam hal yang berkaitan dengan peperangan, pembagian harta rampasan dan pertempuran tertentu. Diluar itu, Syeikh atau Amir tidak kuasa mengatur anggota kabilahnya.
Akibat peperangan yang terus menerus, kebudayaan mereka tidak berkembang. Oleh Karena itu kami mencoba membuat makalah ini, yang membahas mengenai bangsa Arab.

B.  Rumusan Masalah

Terkait dengan judul makalah ini, maka pembahasan materi makalah ini dirumuskan sebagai berikut:
1.    Bagaimana keadaan bangsa Arab sebelum Islam?
2.    Bagaimana kondisi ekonomi bangsa Arab sebelum Islam?
3.    Bagaimana sistem pemerintahan bangsa Arab sebelum Islam?
4.    Bagaimana pengetahuan masyarakat Arab sebelum Islam?
5.    Bagaimana agama dan kepercayaan bangsa Arab sebelum Islam?

C.  Tujuan penulisan

1.    Agar dapat mengetahui keadaan bangsa Arab sebelum Islam.
2.    Agar dapat mengetahui kondisi ekonomi bangsa Arab sebelum Islam.
3.    Agar dapat mengetahui sistem pemerintahan bangsa Arab sebelum Islam.
4.    Agar dapat mengetahui pengetahuan masyarakat Arab sebelum Islam.
5.    Agar dapat mengetahui agama dan kepercayaan bangsa Arab sebelum Islam.

D.  Metode penulisan

Metode penulisan dalam makalah ini  melalui metode kajian pustaka. Dan dengan metode browsing (internet) yang diambil dari berbagai literature agar memberikan penjelasan yang mudah di pahami oleh berbagai kalangan.

 

BAB II

PEMBAHASAN

A.      Arab Sebelum Islam

Makkah adalah sebuah kota yang sangat penting dan terkenal di antara kota-kota di negeri Arab, baik karena tradisinya maupun karena letaknya. Dengan adanya Ka’bah di tengah kota, Makkah menjadi pusat keagamaan Arab. Ka’bah adalah tempat mereka berziarah. Makkah kelihatannya makmur dan kuat. Agama dan masyarakat Arab ketika itu mencerminkan realitas kesukuan masyarakat jazirah Arab dengan luas satu juta mil persegi. Jazirah Arab terbagi menjadi dua bagian besar, yaitu bagian tengah dan bagian pesisir. Sebagian besar daerah jazirah adalah padang pasir Sahara yang terletak ditengah dan memiliki keadaan dan sifat berbeda-beda.[1]
Adapun daerah pesisir, bila dibandingkan dengan Sahara sangat kecil, bagaikan selembar pita yang mengelilingi jazirah. Bila dilihat dari asal usul keturunan, penduduk  jazirah Arab dapat dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu Qahthaniyun (keturunan Qahthan) dan ‘Adnaniyun (keturunan Ismail Ibnu Ibrahim). Dunia Arab ketika itu merupakan kancah peperangan terus menerus. Akibat dari peperangan yang terus menerus, kebudayaan mereka tidak berkembang. Karena itu, bahan-bahan sejarah Arab pra Islam sangat langka didapatkan di dunia Arab dan dalam bahasa Arab. Dengan begitulah sejarah dan sifat masyarakat Badui Arab dapat diketahui, antara lain bersemangat tinggi dalam mencari nafkah, sabar menghadapi kekerasan alam, dan juga dikenal sebagai masyarakat yang cinta kebebasan.[2]
Lain halnya dengan penduduk negeri yang telah berbudaya dan mendiami pesisir jazirah Arab, sejarah mereka dapat diketahui lebih jelas. Mereka selalu mengalami perubahan sesuai dengan perubahan situasi dan kondisi yang mengitarinya. Sampai kehadiran Nabi Muhammad, kota-kota mereka masih merupakan kota-kota perniagaan dan memang jazirah Arab ketika itu merupakan daerah yang terletak pada jalur perdagangan yang menghubungkan antara Syam dan Samudera India.[3]
Golongan Qahthaniyun pernah mendirikan kerajaan Saba’ dan kerajaan Himyar di Yaman, bagian selatan jazirah Arab. Kerajaan Saba’ inilah yang membangun bendungan Ma’arib, sebuah bendungan raksasa yang menjadi sumber air untuk seluruh wilayah kerajaan. Setelah bendungan Ma’arib runtuh, masa gemilang kerajaan Himyar sedikit demi sedikit memudar. Banyak bangunan roboh dibawa air dan sebagian besar penduduk mengungsi ke bagian Utara jazirah. Meskipun demikian, karena daerahnya berada pada jalur perdagangan yang strategis dan tanahnya subur, daerah ini tetap menjadi incaran kerajaan besar Romawi dan Persia yang selalu bersaing untuk menguasainya.[4]
Setelah kerajaan Himyar jatuh, jalur-jalur perdagangan didominasi oleh kerajaan Romawi dan Persia. Pusat perdagangan bangsa Arab serentak kemudian beralih ke daerah Hijaz. Makkah pun menjadi masyhur dan disegani. Begitu pula suku Quraisy. Kondisi ini membawa dampak positif bagi mereka, perdagangan menjadi semakin maju. Melalui jalur perdagangan, bangsa Arab berhubungan dengan bangsa-bangsa Syiria, Persia, Habsyi, Mesir (Qibthi), dan Romawi yang semuanya telah mendapat pengaruh dari kebudayaan Hellenisme. Penganut agama Yahudi  juga banyak mendirikan koloni di jazirah Arab, yang terpenting di antaranya adalah Yatsrib. Mayoritas penganut agama Yahudi tersebut pandai bercocok tanam dan membuat alat-alat dari besi, seperti perhiasan dan persenjataan. Walaupun agama Yahudi dan Kristen sudah masuk ke jazirah Arab, bangsa Arab kebanyakan masih menganut agama asli mereka, yaitu percaya kepada banyak dewa yang diwujudkan dalam bentuk berhala dan patung. Setiap kabilah mempunyai berhala sendiri. Berhala-berhala tersebut dipusatkan di Ka’bah, meskipun di tempat-tempat lain juga ada. Berhala-berhala itu mereka jadikan tempat menanyakan dan mengetahui nasib baik dan nasib buruk. Demikianlah keadaan bangsa dan jazirah Arab menjelang kebangkitan Islam.[5]

B.      Kondisi Ekonomi

Bagi masyarakat pedalaman, yaitu masyarakat Badui, kehidupan sosial ekonomi mereka biasanya dilakukan melalui sektor pertanian terutama mereka yang mendiami daerah subur di sekisar Oase. Akan tetapi bagi masyarakat Arab perkotaan, kehidupan sosial ekonomi mereka sangat ditentukan oleh keahlian mereka dalam perdagangan. Oleh Karena itu, bangsa Arab Quraisy sangat terkenal dalam dunia perdagangan. Mereka melakukan perjalanan dagang dua musim dalam setahun, yaitu ke Negara Syam pada musim panas dan ke Yaman pada musim dingin. Ada empat tokoh suku Quraisy yang tercatat sebagai tokoh-tokoh bisnis masa lalu. Mereka adalah Hasyim yang lebih senang berkunjung ke Syam, Abd Syams memilih ke Habasyah, al-Muthalib ke Yaman, dan Naufal ke Persia. Sebelum mereka justru para pedagang dari luar wilayah Makkahlah yang datang menawarkan dagangannya, tetapi dengan kegiatan keempat tokoh itu, maka wajah perekonomian masyarakat Makkah berubah dan kesejahteraan pun meningkat.[6]

C.      Sistem Pemerintahan

Pada masyarakat Arab pra Islam sudah banyak ditemukan tata cara pengaturan dalam aktivitas kehidupan sosial yang dapat dibagi pada beberapa sistem-sistem yang ada di masyarakat, salah satunya adalah sistem politiknya. Pada garis besarnya penduduk jazirah dapat di bagi berdasarkan teritorial kepada dua bagian yaitu penduduk kota (al-Hadharah) yang tinggal di kota perniagaan jazirah Arabia, seperti Makkah dan Madinah. Kota Makkah merupakan kota penghubung perniagaan Utara dan Selatan, para pedagang dengan khalifah-khalifah yang berani membeli barang dagangan dari India dan Cina di Yaman dan menjualnya ke Syiria di Utara.[7]
Sebelum kelahiran Islam, ada tiga kekuatan politik besar yang perlu dicatat dalam hubungannya dengan Arab, yaitu kekaisaran Nasrani Byzantin, kekaisaran Persia yang memeluk agama Zoroaster, serta Dinasti Himyar yang berkuasa di Arab bagian Selatan. Setidaknya ada dua hal yang bisa dianggap turut mempengaruhi kondisi politik jazirah Arab, yaitu interaksi dunia Arab dengan dua adi kuasa saat itu, yaitu kekaisaran Byzantin dan Persia serta persaingan antara Yahudi, beragam sekte dalam agama Nasrani dan para pengikut Zoroaster.[8]

D.      Pengetahuan Masyarakat Arab

Pengetahuan mereka antara lain:
1.    Astronomi
Pengetahuan mereka dalam bidang ini adalah dalam konteks penunjuk arah di darat dan di laut.
2.    Meteorologi
Masyarakat Jahiliyah memiliki juga pengetahuan praktis tentang cuaca yang memungkinkan mereka dapat melakukan ramalan cuaca yang tidak jarang benar.
3.    Sejarah
Banyak sekali ayat-ayat al-Qur’an yang berbicara dan menggugah untuk memperhatikan dan mempelajari sejarah dan tentu saja itu menunjukkan bahwa mereka memiliki pengetahuan tentang hal itu.
4.    Sedikit Menyangkut Pengobatan
Pengetahuan pengobatan berdasarkan pengalaman keseharian mereka.
5.    Susastra
Bidang susastra yang mereka kuasai mencakup prosa, puisi, dan perumpamaan-perumpamaan.[9]

E.      Agama dan Kepercayaan

Masyarakat Arab lama (sebelum Islam) memiliki keyakinan Animisme, ialah sebuah faham yang beranggapan bahwa setiap benda mempunyai roh, dan roh tersebut memiliki kekuatan ghaib yang disebut Mana dan dikenal sebagai “Kaum Watsani” yaitu kaum yang mempersonifikasikan Tuhan mereka dalam bentuk patung-patung sembahan yang mereka anggap sebagai perantara dengan Tuhan. Mereka percaya akan Tuhan Yang Esa. Namun mereka juga meyakini adanya roh-roh penguasa yang di anggap dan diperlakukan sebagai Tuhan. Berbeda dengan Islam yang mengajarkan untuk meng-Esakan Allah dan hanya kepada-Nya beribadah tanpa perantara apapun.[10]

F.      Riwayat Hidup Nabi Muhammad: Dakwah dan Perjuangan

1.    Sebelum Masa  Kerasulan

Nabi Muhammad Saw. adalah anggota Bani Hasyim, suatu kabilah yang kurang berkuasa dalam suku Quraisy. Kabilah ini memegang jabatan siqayah. Nabi Muhammad lahir dari keluarga terhormat yang relatif miskin. Ayahnya bernama Abdullah anak Abdul Muthalib, seorang kepala suku Quraisy yang besar pengaruhnya. Ibunya bernama Aminah binti Wahab dari Bani Zuhrah. Tahun kelahiran nabi dikenal dengan nama Tahun Gajah (570M). Muhammad lahir dalam keadaan yatim karena ayahnya meninggal dunia tiga bulan setelah dia menikahi Aminah. Muhammad kemudian diserahkan kepada ibu pengasuh, Halimah Sa’diyyah sampai usia 4 tahun. Setelah itu, kurang lebih dua tahun dia berada dalam asuhan ibu kandungnya dan ketika berumur 6 tahun, dia menjadi yatim piatu.[11]
Setelah Aminah meninggal, Abdul Muthalib mengambil alih tanggung jawab merawat Muhammad. Namun, dua tahun kemudian Abdul Muthalib meninggal dunia karena renta. Tanggung jawab selanjutnya beralih kepada pamannya yaitu Abu Thalib. Dalam usia muda, Muhammad hidup sebagai pengembala kambing keluarganya dan kambing penduduk Makkah. Melalui kegiatan pengembalaan ini dia menemukan tempat untuk berfikir dan merenung.[12]
Pada usia yang ke-25, Muhammad berangkat ke Syiria membawa barang dagangan saudagar wanita kaya raya yang telah lama menjanda, namanya adalah Khadijah. Khadijah kemudian melamarnya. Lamaran itu diterima dan perkawinan segera dilaksanakan. Ketika itu Muhammad berusia 25 tahun dan Khadijah 40 tahun dan dikarunia enam orang anak, dua putra dan empat putri: Qasim, Abdullah, Zainab, Ruqayah, Ummu Kulsum, dan Fatimah. Kedua putranya meninggal waktu kecil.[13]
Peristiwa penting yang memperlihatkan kebijaksanaan Muhammad terjadi pada saat usianya 35 tahun. Waktu itu bangunan Ka’bah rusak berat. Perbaikan Ka’bah dilakukan secara gotong royong, tetapi pada saat terakhir, ketika pekerjaan tinggal meletakkan hajar aswad di tempatnya semula, timbul perselisihan. Perselisihan semakin memuncak, namun akhirnya para pemimpin Quraisy sepakat bahwa orang yang pertama masuk ke Ka’bah melalui pintu shafa akan dijadikan hakim untuk memutuskan perkara ini. Ternyata, orang yang pertama masuk itu adalah Muhammad. Ia pun dipercaya menjadi hakim. Perselisihan dapat diselesaikan dengan bijaksana dan semua kepala suku merasa puas dengan cara penyelesaian Nabi Muhammad.[14]

2.    Masa Kerasulan

Menjelang usianya yang ke-40, dia sudah terlalu biasa memisahkan diri dari pergaulan masyarakat, berkontemplasi ke gua Hira, beberapa kilometer di Utara Makkah. Pada tanggal 17 Ramadhan tahun 611 M, Malaikat Jibril muncul di hadapannya, menyampaikan wahyu Allah yang pertama. Setelah wahyu pertama datang, Jibril tidak muncul lagi untuk beberapa lama, sementara Nabi Muhammad menantikannya dan selalu datang ke gua Hira. Dalam keadaan menanti itulah turun wahyu yang membawa perintah kepadanya untuk berdakwah.[15]
Dengan turunnya perintah itu, mulailah Rasulullah berdakwah. Pertama-tama, beliau melakukannya secara diam-diam di lingkungan sendiri dan di kalangan rekan-rekannya. Karena itulah, orang yang pertama kali menerima dakwahnya adalah keluarga dan sahabat dekatnya. Setelah beberapa lama dakwah tersebut dilaksanakan secara individual, turunlah perintah agar Nabi menjalankan dakwah secara terbuka. Mula-mula ia mengundang dan menyeru kerabat karibnya dari Bani Abdul Muthalib. Langkah dakwah selanjutnya yang diambil Muhammad adalah menyeru masyarakat umum. Nabi mulai menyeru segenap lapisan masyarakat kepada Islam dengan terang-terangan, baik golongan bangsawan maupun hamba sahaya.[16]
Setelah dakwah terang-terangan itu, pemimpin Quraisy mulai berusaha menghalangi dakwah rasul. Menurut Ahmad Syalabi, ada lima faktor yang mendorong orang Quraisy menentang seruan Islam itu. (1) Mereka tidak dapat membedakan antara kenabian dan kekuasaan. (2) Nabi Muhammad menyerukan persamaan hak antara bangsawan dan hamba sahaya. (3) Para pemimpin Quraisy tidak dapat menerima ajaran tentang kebangkitan kembali dan  pembalasan di akhirat. (4) Taklid kepada nenek moyang adalah kebiasaan yang berurat berakar pada bangsa Arab. (5) Pemahat dan  penjual patung memandang Islam sebagai penghalang rezeki.[17]
Banyak cara yang ditempuh para pemimpin Quraisy untuk mencegah dakwah Nabi Muhammad. Pertama-tama mereka mengira bahwa, kekuatan nabi terletak pada perlindungan dan pembelaan Abu Thalib yang amat disegani itu. Karena itu mereka menyusun siasat bagaimana melepaskan hubungan Nabi dengan Abu Thalib, yaitu dengan cara mengancam Abu Thalib. Tampaknya Abu Thalib cukup terpengaruh dengan ancaman tersebut. Namun, Nabi menolak dengan mengatakan: “Demi Allah saya tidak akan berhenti memperjuangkan amanat Allah ini, walaupun seluruh anggota keluarga dan sanak saudara akan mengucilkan saya”. Abu Thalib sangat terharu mendengar jawaban keponakannya itu, kemudian berkata: “Teruskanlah, demi Allah aku akan terus membelamu”.[18]
Setelah cara-cara diplomatik dan bujuk rayu yang dilakukan oleh kaum Quraisy gagal, tindakan-tindakan kekerasan secara fisik yang sebelumnya sudah dilakukan semakin ditingkatkan. Kekejaman yang dilakukan oleh penduduk Makkah terhadap kaum muslimin itu, mendorong Nabi Muhammad untuk mengungsikan sahabat-sahabatnya ke luar Makkah. Menguatnya posisi umat islam memperkeras reaksi kaum musyrik Quraisy. Mereka menempuh cara baru dengan melumpuhkan kekuatan Muhammad yang bersandar pada perlindungan Bani Hasyim. Cara yang ditempuh adalah pemboikotan.[19]
Pemboikotan itu baru berhenti setelah beberapa pemimpin Quraisy menyadari bahwa apa yang mereka lakukan sungguh suatu tindakan yang keterlaluan. Tidak lama kemudian Abu Thalib, paman Nabi yang merupakan pelindung utamanya, meninggal dunia dalam usia 87 tahun. Tiga hari setelah itu, Khadijah istri Nabi meninggal dunia pula. Peristiwa itu terjadi pada tahun ke-10 kenabian. Tahun ini merupakan tahun kesedihan bagi Nabi Muhammad. Untuk menghibur Nabi yang sedang ditimpa duka, Allah mengisra’ dan memikrajkan beliau pada tahun ke-10 kenabian itu. Setelah peristiwa Isra’ dan Mikraj, suatu perkembangan besar bagi kemajuan dakwah Islam muncul.[20]

G.     Pembentukan Negara Madinah

Setelah tiba dan diterima penduduk Yatsrib (Madinah), Nabi resmi menjadi pemimpin penduduk kota itu. Babak baru dalam Islam pun dimulai. Berbeda dengan periode Makkah, pada periode Madinah, Islam merupakan kekuatan politik. Ajaran Islam yang berkenan dengan kehidupan masyarakat banyak turun di Madinah. Nabi Muhammad mempunyai kedudukan, bukan saja sebagai kepala agama, tetapi juga sebagai kepala negara.[21]
Dalam rangka memperkokoh masyarakat dan negara baru itu, ia segera meletakkan dasar-dasar kehidupan bermasyarakat. Dasar pertama, pembangunan masjid, selain untuk tempat shalat, juga sebagai sarana penting untuk mempersatukan kaum muslimin dan mempertalikan jiwa mereka, disamping sebagai tempat bermusyawarah merundingkan masalah-masalah yang dihadapi, masjid pada masa Nabi bahkan juga berfungsi sebagai pusat pemerintahan. Dasar kedua, adalah ukhuwwah islamiyah, persaudaraan sesama muslim. Nabi mempersaudarakan antara golongan Muhajirin dan Anshar. Dasar ketiga, hubungan persahabatan dengan pihak-pihak lain yang tidak beragama Islam.[22]
Dengan terbentuknya negara Madinah, Islam semakin bertambah kuat. Perkembangan Islam yang pesat itu membuat orang-porang Makkah dan musuh-musuh Islam lainnya menjadi risau. Kerisauan ini akan mendorong orang-orang Quraisy berbuat apa saja. Untuk menghadapi kemungkinan-kemungkinan gangguan dari musuh, Nabi sebagai kepala pemerintahan mengatur siasat dan membentuk pasukan tentara. Perang pertama yang sangat menentukan masa depan negara Islam adalah Perang Badar, perang antara kaum Muslimin dengan Musyrik Quraisy. Dalam perang ini kaum Muslimin keluar sebagai pemenang. Pada tahun ke-3 H, kaum Musyrik Quraisy membalas dendam atas kekalahannya dalam perang Badar. Lalu terjadilah perang di bukit Uhud, sehingga dinamakan dengan perang Uhud. Pada perang tersebut kemenangan prajurit Islam yang sudah diambang pintu itu tiba-tiba gagal karena godaan harta peninggalan musuh. Pada tahun ke-5 H terjadi perang yang disebut perang Ahzab (sekutu dari beberapa suku) atau perang Khandaq (parit). Disebut perang Khandaq (parit) karena pada saat itu umat Islam menggali parit untuk pertahanan.[23]
Pada tahun ke-6 H, ketika ibadah haji sudah di isyaratkan, Nabi memimpin sekitar seribu kaum muslimin berangkat ke Makkah. Penduduk Makkah tidak mengizinkan mereka masuk kota. Akhirnya diadakan perjanjian yang dikenal dengan nama Perjanjian Hudaibiyah. Selama dua tahun perjanjian Hudaibiyah berlangsung, dakwah Islam sudah menjangkau seluruh jazirah Arab dan mendapat tanggapan yang positif. Pada tahun ke-9 dan 10 H (630-632 M) banyak suku dari berbagai pelosok Arab mengutus delegasinya kepada Nabi Muhammad menyatakan ketundukkan mereka. Dalam kesempatan menunaikan ibadah haji yang terakhir (tahun 10 H/631 M), Nabi Muhammad menyampaikan khotbahnya yang sangat bersejarah. Setelah itu Nabi Muhammad segera kembali ke Madinah. Dua bulan setelah itu, Nabi menderita sakit demam. Tenaganya dengan cepat berkurang. Pada hari senin, tanggal 12 Rabiul Awal 11 H/8 Juni 632 M, Nabi Muhammad wafat dirumah istrinya Aisyah.[24]
Dari perjalanan sejarah Nabi ini, dapat disimpulkan bahwa Nabi Muhammad disamping sebagai pemimpin agama, juga seorang negarawan, pemimpin politik, dan administrasi yang cakap. Hanya dalam waktu 11 tahun menjadi pemimpin politik, beliau berhasil menundukkan seluruh jazirah Arab ke dalam kekuasaannya.[25]


 

PENUTUP

A.      Kesimpulan

Dari pembahasan yang telah di uraikan dalam makalah ini, dapat kita simpulkan sebagai berikut:
1.        Bila dilihat dari asal usul keturunan, penduduk  jazirah Arab dapat dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu Qahthaniyun (keturunan Qahthan) dan ‘Adnaniyun (keturunan Ismail Ibnu Ibrahim). Dunia Arab ketika itu merupakan kancah peperangan terus menerus. Akibat dari peperangan yang terus menerus, kebudayaan mereka tidak berkembang.
2.        Bagi masyarakat pedalaman, yaitu masyarakat Badui, kehidupan sosial ekonomi mereka biasanya dilakukan melalui sektor pertanian terutama mereka yang mendiami daerah subur di sekisar Oase. Akan tetapi bagi masyarakat Arab perkotaan, kehidupan sosial ekonomi mereka sangat ditentukan oleh keahlian mereka dalam perdagangan.
3.        Sebelum kelahiran Islam, ada tiga kekuatan politik besar yang perlu dicatat dalam hubungannya dengan Arab, yaitu kekaisaran Nasrani Byzantin, kekaisaran Persia yang memeluk agama Zoroaster, serta Dinasti Himyar yang berkuasa di Arab bagian Selatan.
4.        Pengetahuan mereka antara lain:
a.    Astronomi,
b.    Meteorologi,
c.    Sejarah,
d.   Sedikit Menyangkut Pengobatan, dan
e.    Susastra.
5.        Walaupun agama Yahudi dan Kristen sudah masuk ke jazirah Arab, bangsa Arab kebanyakan masih menganut agama asli mereka, yaitu percaya kepada banyak dewa yang diwujudkan dalam bentuk berhala dan patung.
6.        Peristiwa penting yang memperlihatkan kebijaksanaan Muhammad terjadi pada saat usianya 35 tahun. Waktu itu bangunan Ka’bah rusak berat. Perbaikan Ka’bah dilakukan secara gotong royong.
7.        Pada tanggal 17 Ramadhan tahun 611 M, Malaikat Jibril muncul di hadapan Nabi, menyampaikan wahyu Allah yang pertama. Setelah wahyu pertama datang, Jibril tidak muncul lagi untuk beberapa lama, sementara Nabi Muhammad menantikannya dan selalu datang ke gua Hira. Dalam keadaan menanti itulah turun wahyu yang membawa perintah kepadanya untuk berdakwah. Dengan turunnya perintah itu, mulailah Rasulullah berdakwah.
8.        Setelah tiba dan diterima penduduk Yatsrib (Madinah), Nabi resmi menjadi pemimpin penduduk kota itu. Babak baru dalam Islam pun dimulai. Berbeda dengan periode Makkah, pada periode Madinah, Islam merupakan kekuatan politik. Ajaran Islam yang berkenan dengan kehidupan masyarakat banyak turun di Madinah. Nabi Muhammad mempunyai kedudukan, bukan saja sebagai kepala agama, tetapi juga sebagai kepala negara. Dengan terbentuknya negara Madinah, Islam semakin bertambah kuat.

B.      Saran

Dalam kehidupan ini hendaklah kita mengingat sejarah bagaimana perjuangan Nabi Muhammad dalam berdakwah menyiarkan agama Islam. Nabi Muhammad adalah seorang figur yang patut di contoh. Karena pada dirinya terdapat akhlak yang mulia. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada semua orang yang berminat menuntut subtansi Islam lebih mendalam.

 

DAFTAR PUSTAKA


A.      Buku

Mufrodi, Ali, Islam di kawasan Kebudayaan Arab, Jakarta: Logos, 1997.

Quraish, M. Shihab, Membaca Sirah Nabi Muhammad SAW dalam Sorotan Al-Qur’an dan Hadits-hadits Shahih, Tanggerang: Penerbit Lentera Hati, 2011.

Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2011.

B.      Internet

Http://moenawar.multiply.com/journal/item/7–_ftnl (di unduh pada hari rabu, 26-02-2014 pukul 20:00 WIB).



[1]Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2011, h. 9-10.
[2]Ibid, h. 10-11.
[3]Ibid, h. 12.
[4]Ibid, h. 12-13.
[5]Ibid, h. 14-15.
[6]M. Quraish Shihab, Membaca Sirah Nabi Muhammad SAW dalam Sorotan Al-Qur’an dan Hadits-hadits Shahih, Tanggerang: Penerbit Lentera Hati, 2011, h. 63.
[7]Ali Mufrodi, Islam di kawasan Kebudayaan Arab, Jakarta: Logos, 1997, h. 11.
[8]Http://moenawar.multiply.com/journal/item/7–_ftnl (di unduh pada hari rabu, 26-02-2014 pukul 20:00 WIB).
[9]M. Quraish Shihab, Membaca Sirah Nabi..., h. 75-78.
[11]Badri Yatim, Sejarah Peradaban..., h. 16.
[12]Ibid, h. 17.
[13]Ibid, h. 17-18.
[14]Ibid, h. 18.
[15]Ibid, h. 18-19.
[16]Ibid, h. 19-20.
[17]Ibid, h. 20-21.
[18]Ibid, h. 21.
[19]Ibid, h. 22-23.
[20]Ibid, h. 23-24.
[21]Ibid, h. 25-26.
[22]Ibid, h. 26.
[23]Ibid, h. 27-29.
[24]Ibid, h. 29-33.
[25]Ibid, h. 33.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar