Banyak para intelektual Islam telah
mendefinisikan politik sesuai dengan
kapasitas mereka, di antaranya yang penulis ambil pendapatnya yaitu pemikiran
dari Abdul al-Wahhab Khallaf.
Abdul al-Wahhab Khallaf mendefinisikan Assiyasah
(politik dalam bahasa Indonesia), adalah pengurusan hal-hal yang bersifat umum
bagi Negara Islam dengan cara menjamin perwujudan kemaslahatan dan menghindari
kemudharatan, dengan tidak melampaui batas-batas Sar’iyah dan pokok-pokok
Sar’iyah yang bersifat umum, walaupun tidak ditetapkan di dalam nash dan hanya
menyandarkan kepada pendapat mujtahid.
Sebagaimana yang penulis kutip pada bukunya J. Suyuthi Pulungan.
Fiqh Siyasah: Ajaran Sejarah dan Pemikiran. Sebagaimana yang disebutkan Abdul al-Wahhab Khallaf dalam bukunya yang berjudul Al-Siyāsat
al-Syar’iyyat, ia membahas dasar-dasar politik dan pemerintahan dalam
perspektif Islam. Pembahasannya ia kaitkan dengan upaya pelaksanaan prinsip-prinsip
syariat Islam dan kemaslahatan umat. Artinya untuk melaksanakan dua
aspek ini dari segi siyasah syar’iyah, memerlukan adanya lembaga sebagai
instrumen pelaksanaannya, yaitu pemerintahan.
Menurut Abdul al-Wahhab Khallaf, bentuk suatu
pemerintahan tercermin pada batas-batas hubungan kuat antara penguasa dan
rakyat, serta perimbangan antara kekuasaan pemerintahan dan kebebasan
rakyat. Berdasarkan keterangan ayat-ayat Alquran dan Hadis, pemerintahan dalam
Islam menghendaki bentuk dusturiyah (kostitusional), dan bukan istibdadiyat
(tirani).
Aspek-aspek penting asas siyasah dusturiyah
menurut Abdul al-Wahhab Khallaf, adalah bentuk pemerintahan, hak-hak individu,
dan bidang-bidang kekuasaan. Islam menghendaki pemerintahan konstitusional,
sebab urusan pemerintahan bukan urusan dan hak monopoli orang-orang tertentu,
melainkan urusan dan hak umat atau muslim agar bermusyawarah di antara mereka.
Tidak ada nash dalam Alquran dan Sunnah Nabi
yang memerintahkan kaum muslimin agar kepemimpinan pasca Rasulullah berada di
tangan keluarganya atau individu-individu tertentu. Tetapi diserahkan kepada
kehendak umat untuk memilih orang-orang yang akan memegang kepemimpinan
tertinggi. Kesimpulan ini ia perkuat pula dengan tradisi pengangkatan Khuafa
al-Rasyidin melalui pemilihan dan dibaiat oleh umat.
Pertanggungjawaban pemerintah ada pada
umat. Hal ini dijelaskan oleh nash yang
menuntut rakyat agar menggunakan hak berpendapat untuk memberi nasehat atau
kontrol sosial terhadap wulāt al-amri (pemegang kekuasaan).
Pertanggungjawaban pemerintah kepada umat dilakukan dengan jalan musyawarah.
Pelaksanaan musyawarah dan nasehat agar sempurna bisa dilakukan oleh sekelompok
orang tertentu, bila seluruh rakyat tidak bisa melakukannya.
Penjelasan tersebut mengandung makna,
sendi-sendi pemerintahan dalam Islam adalah syūrā sebagai hukum dasar. Mengenai
rinciannya diserahkan kepada umat untuk menetapkan sistemnya yang sesuai
dengan keadaan, menentukan sistem pemilihan, syarat-syarat bagi orang yang akan
dipilih, dan teknis pelaksanaannya. Sendi kedua dan ketiga adalah adanya
pertanggungjawaban kepala negara, dan kewenangan kepala negara berasal dari
baiat rakyat. Apa dan bagaimana sistem dan teknis pelaksanaan kedua sendi ini
diserahkan kepada umat. Sendi-sendi ini menunjukkan bahwa rakyat adalah sumber
kekuasaan.
Oleh karena pemerintahan dalam Islam
menghendaki pemerintahan konstitusional yang bersendikan musyawarah, kewenangan
kepala negara berasal dari rakyat, dan adanya pertanggungjawaban kepala negara,
maka konsekuensinya, kata Abdul al-Wahhab Khallaf Khallaf, harus ada pembagian
kekuasaan. Ia menyebutkan, kekuasaan negara dapat didelegasikan kepada: 1)
kekuasaan membuat undang-undang 2) kekuasaan peradilan atau kehakiman dan 3)
kekuasaan melaksanakan undang-undang. Masing-masing istilah ini dapat diidentikan
dengan istilah-istilah kekuasaan legislatif, kekuasaan yudikatif dan kekuasaaan
eksekutif.
Sumber :
Pulungan, J. Suyuthi. Fiqh Siyasah: Ajaran
Sejarah dan Pemikiran. Jakarta: RajaGrafindo
Persada, 1993.
Http://dediruslipasaman.blogspot.com/2012/03/urgensi-mempelajari-ilmu-politik-bagi?m=1#!/ 2012/03/urgensi-mempelajari-ilmu-politik-bagi.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar