ASHABUL FURUDH
Diajukan untuk
memenuhi salah satu tugas
Mata Kuliah: Fiqih Mawaris I
Dosen Pembimbing:
Dra. Hj. ST. Rahmah, M.Si
Disusun oleh :
AHMAD ZARKASI
NIM. 1002110339
AKHMAD SUBARI
NIM. 1002110349
HUMAIRAH
NIM. 1002110332
YAKIN SOLEH
NIM. 1002110333
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI PALANGKA RAYA
JURUSAN SYARI’AH
PROGRAM STUDI AL AHWAL ASY SYAKHSHIYYAH
TAHUN 1433 H / 2012 M
KATA
PENGANTAR
Assalamu’alaikum
Wr. Wb.
Puji
dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, atas berkat dan karunia-Nyalah
sehingga makalah dengan judul “Ashabul
Furudh” ini dapat diselesaikan tepat pada
waktunya, sebagai pemenuhan salah satu tugas Fiqih Mawaris I.
Penulis menyadari bahwa makalah ini
masih banyak terdapat kekurangan baik dari segi penulisan, susunan kata, maupun
isi materi. Dengan ini penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat
membangun demi kesempurnaan makalah ini, serta sebagai jembatan ilmu yang
berujung pada intelektualitas.
Semoga makalah ini bermanfaat bagi
pembaca.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Palangka
Raya, September 2012
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN
JUDUL
KATA
PENGANTAR.......................................................................................... ii
DAFTAR
ISI.......................................................................................................... iii
BAB
I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...................................................................................... 1
B.
Rumusan
Masalah................................................................................. 1
C. Tujuan Penulisan................................................................................... 2
D. Batasan Masalah................................................................................... 2
E.
Metode Penulisan................................................................................. 2
BAB
II PEMBAHASAN
A. Pengertian Ashabul Furudh.................................................................. 3
B. Macam-macam Ashabul Furudh........................................................... 4
C. Dasar Hukum Ashabul Furudh............................................................. 4
D. Bagian Masing-masing Ashabul Furudh............................................... 7
E.
Cara Mencari Asal Masalah Ashabul Furudh....................................... 8
F.
Cara Menghitung Bagian Ashabul Furudh........................................... 9
BAB
III PENUTUP
A. Kesimpulan........................................................................................... 12
B. Kritik dan Saran.................................................................................... 13
DAFTAR
PUSTAKA........................................................................................... 14
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam telah mengatur kepada umatnya,
terkait pembagian-pembagian warisan dengan berdasar kepada Alqur’an dan Hadis (hadits), maka umatnya dituntut untuk terus belajar dan terus memahami ilmu
faraidh, agar dapat selalu mengaplikasikan di dalam kehidupan, hal tersebut
dengan mencakup tiga unsur penting di dalamnya, yaitu pengetahuan tentang
kerabat yang menjadi ahli waris, pengetahuan tentang bagian setiap ahli waris,
dan pengetahuan tentang cara menghitung yang dapat berhubungan dengan pembagian
harta warisan.
Berdasar kepada nas (nash) Alqur’an, maka pembagian tersebut telah ditentukan bagiannya,
yaitu setengah, sepertiga, seperempat, seperenam, seperdelapan, dan dua pertiga
kepada. Dalam kondisi tertentu, seorang atau beberapa orang ahli waris bisa
terhalang untuk mendapatkan warisan, atau haknya atas harta waris berkurang.
Agar lebih memahami ilmu faraidh,
dalam makalah ini penulis selanjutnya menjelaskan pengertian ashabul furudh,
macam-macam ashabul furudh, dasar hukum ashabul furudh, bagian
masing-masing ashabul furudh, terkait contoh permasalahan yaitu mencari
asal masalah, menghitung bagian ashabul furudh.
B. Rumusan Masalah
Untuk memudahkan dalam penyusunan
makalah ini, penulis membuat suatu rumusan masalah yang akan diangkat sebagai
topik pembahasan. Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam makalah ini,
adalah:
1.
Apa yang dimaksud dengan ashabul furudh?
2.
Apa saja macam-macam ashabul furudh?
3.
Apa dasar hukum ashabul furudh?
4.
Berapakah bagian masing-masing ashabul furudh?
5.
Bagaimana cara mencari asal masalah?
6. Bagaimana cara menghitung bagian ashabul
furudh?
C.
Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka
tujuan penulisan yang ingin penulis capai antara lain:
1.
Agar dapat mengetahui dan memahami pengertian ashabul
furudh.
2.
Agar dapat mengetahui dan memahami macam-macam ashabul
furudh.
3.
Agar dapat mengetahui dan memahami dasar hukum ashabul
furudh.
4.
Agar dapat mengetahui dan memahami bagian masing-masing ashabul
furudh.
5.
Agar dapat mengetahui dan memahami cara mencari asal
masalah.
6.
Agar dapat mengetahui dan memahami cara menghitung bagian
ashabul furudh.
D.
Batasan Masalah
Mengingat begitu luasnya hal-hal yang berhubungan dengan rumusan masalah
di atas, maka penulis membatasi pembahasan ini sesuai yang terdapat dalam
rumusan masalah. Adapun hal lain yang tidak berhubungan dengan hal di atas
tidak penulis uraikan pada makalah ini.
E. Metode
Penulisan
Adapun metode yang penulis pergunakan dalam penulisan
makalah ini yaitu dengan metode research library
dengan menggunakan buku perpustakaan dan
browsing internet sebagai bahan referensi dimana penulis mencari literatur yang ada
kaitanya dengan makalah yang penulis buat dan kemudian penulis menyimpulkan
dalam bentuk makalah.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Ashabul
Furudh
Secara bahasa (etimologi), kata fardh
mempunyai beberapa arti yang berbeda yaitu al-qath “ketetapan yang pasti”, at-taqdir “ketentuan” dan al-bayan “penjelasan”.
Sedangkan menurut istilah (terminologi), fardh ialah bagian dari warisan
yang telah ditentukan.
Definisi lainnya menyebutkan bahwa fardh ialah bagian yang telah
ditentukan secara syar’i untuk ahli waris tertentu. Di dalam Al-Qur’an, kata furudh
muqaddarah (yaitu pembagian ahli waris secara fardh yang telah
ditentukan jumlahnya) merujuk pada 6 macam pembagian, yaitu separuh (
), seperempat (
), seperdelapan
(
), dua pertiga
(
), sepertiga (
), dan
seperenam (
).
Sedangkan pengertian Ashaabul Furudh
atau dzawil furudh adalah para ahli waris yang menurut syara’ sudah
ditentukan bagian-bagian tertentu mereka mengenai tirkah, atau orang-orang yang berhak menerima waris
dengan jumlah yang ditentukan oleh Syar’i.
Para ahli waris Ashaabul Furudh atau dzawil
furudh ada tiga belas, empat dari laki-laki yaitu suami, ayah, kakek,
saudara laki-laki seibu. Sembilan dari perempuan yaitu nenek atau ibunya ibu
dan ibunya bapak, ibu, anak perempuan, cucu perempuan dari anak laki-laki,
saudara perempuan sekandung, saudara
perempuan seibu, saudara perempuan sebapak, dan isteri.
B. Macam-macam Ashabul
Furudh
Adapun
Ashaabul Furudh terbagi menjadi dua macam, yaitu :
1.
Ashabul Furudh Sababiyah, yaitu ahli waris yang mendapatkan harta warisan disebabkan karena
hubungan pernikahan. Ashabul
Furudh Sababiyah ini terdiri dari:
a.
Suami;
b.
Isteri.
2.
Ashabul Furudh Nasabiyyah, yaitu ahli waris yang mendapatkan harta warisan disebabkan karena nasab atau keturunan.
Ashabul Furudh Nasabiyyah ini terdiri dari:
a.
Ayah;
b.
Ibu;
c.
Anak perempuan;
d.
Cucu perempuan dari anak laki-laki;
e.
Saudara perempuan sekandung;
f.
Saudara perempuan seayah;
g.
Saudara laki-laki seibu;
h.
Saudara perempuan seibu;
i.
Kakek;
j.
Nenek atau ibunya ibu dan ibunya ayah.
C. Dasar Hukum Ashabul
Furudh
1.
Seorang yang berhak mendapatkan bagian setengah (
) dari harta
waris:
.... bÎ)ur ôMtR%x. ZoyÏmºur $ygn=sù ß#óÁÏiZ9$# 4 .... ÇÊÊÈ
Artinya: ...”jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia
memperoleh separo/setengah harta yang ditinggalkan...” (QS. An-nisaa: 11).
öNà6s9ur ß#óÁÏR $tB x8ts? öNà6ã_ºurør& bÎ) óO©9 `ä3t £`ßg©9 Ó$s!ur ÇÊËÈ.....
Artinya: “dan bagimu
(suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jika
mereka tidak mempunyai anak ...” (QS. An-nisaa: 12).
y7tRqçFøÿtGó¡o È@è% ª!$# öNà6ÏFøÿã Îû Ï's#»n=s3ø9$# 4 ÈbÎ) (#îtâöD$# y7n=yd }§øs9 ¼çms9 Ó$s!ur ÿã&s!ur ×M÷zé& $ygn=sù ß#óÁÏR $tB x8ts? ... ÇÊÐÏÈ
Artinya: “mereka meminta fatwa kepadamu (tentang
kalalah), Katakanlah: "Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah
(yaitu): jika seorang meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan
mempunyai saudara perempuan, Maka bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua
dari harta yang ditinggalkannya...” (QS. An-nisaa: 176).
2.
Seorang
yang berhak mendapatkan
bagian seperempat
dari harta
waris:
.... bÎ*sù tb$2 Æßgs9 Ó$s!ur ãNà6n=sù ßìç/9$# $£JÏB `ò2ts? ÇÊËÈ....
Artinya: ...”jika isteri-isterimu itu mempunyai anak, maka kamu
mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya...” (QS. An-nisaa: 12).
Æßgs9ur.... ßìç/9$# $£JÏB óOçFø.ts? bÎ) öN©9 `à6t öNä3©9 Ós9ur ÇÊËÈ ....
Artinya: ...”para isteri
memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai
anak...” (QS. An-nisaa: 12).
3.
Seorang
yang berhak mendapatkan
bagian seperdelapan
dari harta waris:
bÎ*sù tb$2 öNà6s9 Ó$s!ur £`ßgn=sù ß`ßJV9$# $£JÏB Läêò2ts? 4 ÇÊËÈ
Artinya: ...”jika kamu mempunyai
anak, maka
para isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan...” (QS. An-nisaa: 12).
4.
Seorang
yang berhak mendapatkan
bagian duapertiga
dari harta waris:
bÎ*sù £`ä. [ä!$|¡ÎS s-öqsù Èû÷ütGt^øO$# £`ßgn=sù $sVè=èO $tB x8ts? ( ÇÊÊÈ....
Artinya: ...“jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka
dua pertiga dari harta yang ditinggalkan...” (QS. An-nisaa: 11).
bÎ*sù $tFtR%x. Èû÷ütFuZøO$# $yJßgn=sù Èb$sVè=V9$# $®ÿÊE x8ts? ÇÊÐÏÈ.....
Artinya: ...“tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi
keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan...” (QS. An-nisaa: 176).
5.
Seorang yang berhak mendapatkan bagian sepertiga (
) dari harta waris:
bÎ*sù óO©9 `ä3t ¼ã&©! Ó$s!ur ÿ¼çmrOÍurur çn#uqt/r& ÏmÏiBT|sù ß]è=W9$# 4 ..... ÇÊÊÈ
Artinya: ...“jika orang yang
meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), maka ibunya
mendapat sepertiga...” (QS. An-nisaa: 11).
bÎ*sù (#þqçR%2 usYò2r& `ÏB y7Ï9ºs ôMßgsù âä!%2uà° Îû Ï]è=W9$# .....4 ÇÊËÈ
Artinya: ...“tetapi
jika saudara-saudara
seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu...” (QS. An-nisaa: 12).
6.
Seorang yang berhak mendapatkan bagian seperenam (
) dari harta waris:
Ïm÷uqt/L{ur Èe@ä3Ï9 7Ïnºur $yJåk÷]ÏiB â¨ß¡9$# $£JÏB x8ts? bÎ) tb%x. ¼çms9 Ó$s!ur ÇÊÊÈ.....
Artinya: “dan untuk dua
orang ibu-bapa, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan,
jika yang meninggal itu mempunyai anak...” (QS. An-nisaa: 11).
bÎ)ur c%x. ×@ã_u ß^uqã »'s#»n=2 Írr& ×or&tøB$# ÿ¼ã&s!ur îr& ÷rr& ×M÷zé& Èe@ä3Î=sù 7Ïnºur $yJßg÷YÏiB â¨ß¡9$# ..... ÇÊËÈ
Artinya: ...“jika
seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah
dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu
saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), maka bagi
masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta...” (QS. An-nisaa: 12).
D.
Bagian Masing-masing Ashabul Furudh
1.
Ahli waris yang mendapatkan setengah (
) sebagai berikut:
a. Suami: ketika tidak ada anak keturuan yang
mewarisi, artinya tidak adanya anak laki-laki dan perempuan serta anak laki-laki
dari anak laki-laki.
b. Seorang anak perempuan: jika ia sendirian atau
anak tunggal dan tidak ada anak laki-laki.
c. Seorang cucu perempuan dari anak laki-laki:
jika dia sendirian dan tidak ada ahli waris ashabah, dan tidak ada anak
laki-laki, anak perempuan, sebab anak laki-laki bisa menghalanginya untuk
mendapatkan setengah.
d. Seorang saudara
sekandung: jika ia sendirian dan tidak ada ahli waris ashabah, tidak ada
penghalang, dan tidak adanya anak perempuan atau anak perempuan dari anak
laki-laki.
e. Seorang saudara
perempuan seayah:
jika dia sendirian dan tidak ada ahli waris ashabah, tidak adanya anak
laki-laki atau perempuan, dan
saudara perempuan sekandung.
2.
Ahli waris yang mendapatkan seperempat (
)
a. Suami:
dengan adanya anak/ cucu yang mewarisi.
b. Seorang
istri: jika tanpa adanya seorang anak/cucu
(keturuan).
3. Ahli waris yang
mendapatkan bagian seperdelapan (
) ialah seorang istri:
jika mempunyai seseorang anak/ cucu (keturuan).
4.
Ahli waris yang mendapatkan bagian sepertiga (
)
a. Ibu:
ketika tidak ada ahli waris anak/ cucu dan sejumlah saudara perempuan.
b. Sejumlah saudara laki-laki/ saudara perempuan
seibu ketika tidak adanya anak atau ayah laki-laki.
5.
Ahli waris yang mendapatkan bagian duapertiga (
)
a. Dua anak perempuan atau lebih dan tidak adanya
anak laki-laki.
b. Dua cucu perempuan dari anak laki-laki, jika
tidak bersama cucu laki-laki.
c. Dua orang saudara sekandung atau lebih: jika
tidak ada saudara laki-laki sekandung.
d. Dua orang saudara perempuan seayah atau lebih
dan tidak bersama saudara laki-laki seayah.
6.
Ahli waris yang mendapatkan seperenam (
)
a. Bapak: jika ada anak/ cucu laki-laki dan
seterunya ke bawah.
b. Nenek (seibu atau seyah): baik satu orang atau berapa orang dibagi di
antara mereka, jika tidak ada ibu.
c. Kakek, jika bersama anak/ cucu laki-laki.
d. Ibu: jika ada anak/ cucu.
e. Cucu perempuan jika ada satu anak perempuan
(pelengkap 2/3).
f. Saudara perempuan seayah jika ada satu saudara
perempuan sekandung.
g. Saudara perempuan/ laki-laki seibu jika
sendirian.
E. Mencari Asal
Masalah
Setelah mengetahui bagian
masing-masing ashabul furudh (ahli waris), langkah berikutnya adalah
menentukan asal masalah (KPK, yaitu kelipatan terkecil dari bilangan fardlu/ bagian masing-masing ahli waris
yang ada), yaitu mencari angka kelipatan persekutuan
terkecil yang dapat dibagi oleh
masing-masing angka penyebut dari bagian
ahli waris. Misalnya,
bagian ahli waris
,
,
, angka asal masalahnya
adalah 12, karena dapat dibagi 2, 3 dan 4. Begitu juga bila bagian yang mereka
terima
dan
, maka angka
asal masalahnya adalah 24.
Ada beberapa istilah yang membantu dalam mencari asal masalah.
Seperti:
1.
Tamasul
atau mumatsalah,
Seperti 2 saudara perempuan sekandung
dan saudara seibu
. Angka asal
masalahnya adalah 3.
2.
Tadakhul
atau mudakhalah,
Seperti ahli waris istri
dan anak perempuan
. Asal
masalahnya adalah 8.
3.
Tawaquf
atau muwafaqah, Misalnya,
ahli waris istri
, dan ibu
dan anak perempuan
. Antara angka
8 dan 6 adalah angka muwafaqah Angka asal masalahnya adalah mengalikan
angka penyebut yang satu dengn hasil bagi angka penyebut yang lain. 8 x (6:2)
= 24 atau 6 x (8:2)
= 24.
4.
Tabayun
atau mubayanah, Seperti
ahli waris suami
dan ibu
. Maka angka
asal masalahnya adalah 2x3 = 6.
F.
Cara Menghitung Bagian Ashabul Furudh
Pada subbab ini, kami hanya menjabarkan
beberapa contoh mengenai cara perhitungan ashabul furudh beserta
penyelesaiannya, adalah sebagai berikut:
1.
Ahli waris terdiri dari seorang anak perempuan, suami, 3
saudara perempuan sekandung.
Berapa bagian masing-masing ahli waris ?
No.
|
Ahli Waris
|
Keterangan
|
Bagian-bagiannya
|
Bagian Ahli Waris
|
AM = 4
|
Hasil dikali dengan harta warisan
|
1.
|
Seorang anak perempuan
|
Karena menjadi anak tunggal
|
|
2
|
|
2.
|
Suami
|
Karena ada anak
|
|
1
|
|
3.
|
3 saudara perempuan
|
Karena ada anak perempuan
|
AMG
|
Sisa
|
|
Keterangan : AMG = Ashabah Ma’al Ghair
AM = Asal Masalah
2.
Seorang meninggal ahli warisnya terdiri dari: 4 anak
perempuan, ibu dan ayah. Harta warisannya Rp. 12.000.000,-. Bagian
masing-masing:
No.
|
Ahli Waris
|
Bagian-bagiannya
|
Bagian Ahli Waris
|
Bagian Ahli Waris
|
AM = 6
|
Hasil dikali dengan harta warisan
|
1.
|
4 anak perempuan
|
|
6
|
x 12.000.000,-
|
8.000.000,-
|
2.
|
Ibu
|
|
1
|
x 12.000.000,-
|
2.000.000,-
|
3.
|
Ayah
|
|
1
|
x 12.000.000,-
|
2.000.000,-
|
Keterangan : Bagian anak perempuan
masing-masing Rp. 8.000.000,-:4 = Rp. 2.000.000,-, Ayah hanya menerima
saja Rp. 2.000.000,- karena tidak
ada sisa.
3.
Seseorang meninggal dunia, harta warisan yang
ditinggalkan sejumlah Rp. 12.000.000,- Ahli warisnya terdiri dari: suami, anak
perempuan, cucu perempuan garis laki-laki dan saudara perempuan sekandung.
Bagian masing-masing adalah:
No.
|
Ahli Waris
|
Bagian-bagiannya
|
Bagian Ahli Waris
|
Bagian Ahli Waris
|
AM = 12
|
Hasil dikali dengan harta warisan
|
1.
|
Suami
|
|
3
|
x 12.000.000
|
3.000.000
|
2.
|
Anak Perempuan
|
|
6
|
x 12.000.000
|
6.000.000
|
3.
|
Cucu Perempuan garis laki-laki
|
|
2
|
x 12.000.000
|
2.000.000
|
4.
|
Saudara Perempuan Kandung
|
‘as
|
1
|
x 12.000.000
|
1.000.000
|
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ashabul Furudh adalah orang-orang yang berhak menerima waris
yang sudah ditentukan bagian-bagiannya menurut ketentuan syara’. Ashabul
Furudh terbagi menjadi 2 macam, yaitu Ashabul Furudh Sababiyah (karena
hubungan pernikahan: suami dan istri) dan Ashabul Furudh Nasabiyyah (karena
hubungan nasab atau keturunan: anak perempuan, cucu perempuan, ibu, bapak, nenek,
kakek, saudara perempuan sekandung, saudara perempuan seayah dan saudara
perempuan/ laki-laki seibu).
Dasar hukum ashabul furudh sudah jelas
termaktub dalam Al-Qur’an, diantaranya ialah surat An-nisaa ayat 11, 12, dan
176. Bagian ahli waris masing-masing ialah
(suami,
seorang anak perempuan, seorang cucu perempuan, seorang saudara perempuan
sekandung, dan seorang saudara perempuan seayah),
(ibu dan
saudara laki-laki/ perempuan seibu 2 orang atau lebih),
(2 anak
perempuan/ lebih, 2 cucu perempuan/ lebih, 2 saudara perempuan sekandung/
lebih, 2 saudara perempuan seayah/ lebih),
(ibu, ayah, nenek, kakek, cucu perempuan,
saudara perempuan seayah, seorang saudara perempuan/ laki-laki seibu),
(suami
dan istri),
(istri),
dengan syaratnya masing-masing.
Cara
mencari asal masalah (KPK) yaitu mencari angka kelipatan persekutuan terkecil yang dapat dibagi oleh masing-masing angka
penyebut dari bagian ahli waris. Dan
cara menghitung bagian ashabul furudh ialah dengan cara mencari asal
masalah (KPK) terlebih dahulu, kemudian kita kalikan dengan bagian ahli waris
masing-masing dan langkah terakhirnya ialah mengalikan dengan harta warisan.
B. Kritik dan
Saran
Persoalan waris sungguh menjadi salah satu hal yang
krusial dan sensitif dalam sebuah keluarga, apalagi yang berkaitan dengan harta.
Hukum waris yang merupakan tuntunan dari Allah SWT yang tercantum dalam
Al-Qur’an dan dijelaskan dalam sunnah Rasulullah SAW., diharapkan agar menjadi
tuntunan bagi umat-Nya. Maka hukum waris haruslah dipahami dan diaplikasikan
dalam kehidupan bermasyarakat, sehingga tidak terjadi kesalahan dalam pembagian
hak yang semestinya diperuntukkan untuk ahli waris, terlebih kepada ahli waris
terdekat dari si mayit.
DAFTAR PUSTAKA